Dia menyarankan, perusahaan asing yang bergerak di bidang pertambangan nikel di Sulteng untuk dapat melakukan kolaborasi dengan perusahaan daerah. Jangan hanya memanfaatkan pembagian hasil yang minim.
Baca Juga: Sinergi CCEP Indonesia Bersama Komunitas Kelola Sampah Upaya Pengendalian Perubahan Iklim
“Untuk itu, mereka (PT Vale) mau melakukan kolabarosasi, sehingga perusahaan daerah (BUMD) bisa join dengan swasta yang lain. Jangan hanya memberikan bagi hasil yang kecil,” pungkas Rusdy.
Ditempat yang sama, Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey mengatakan Indonesia saat ini sedang dilirik dunia seiring gencarnya program dan Gerakan renewable energy.
Di sektor transportasi, katanya, pengembangan industri kendaraan listrik menjadi program unggulan untuk menekan polusi udara yang ditimbulkan dari asap kendaraan konvensional. Untuk menekan penggunaan BBM, telah dikembangkan baterai untuk menggerakkan mesin EV.
Baca Juga: Deklarasi Dukungan Pasangan Capres Anies-AHY di Pilpres 2024
“Nikel merupakan komoditas yang dibutuhkan bahan baku EV Battery. Dan Indonesia merupakan pemilik sumber daya, cadangan, bahkan produsen nikel terbesar dunia. Maka, nikel Indonesia menjadi incaran dunia internasional,” kata Meidy.
Meidy juga menyampaikan, APNI sejak dibentuk telah banyak memperjuangkan aspirasi penambang nikel Indonesia. Pada prinsipnya, kata dia APNI mendukung pembangunan hilirisasi, namun harus seiring sejalan dengan pembangunan hulunisasi.
“Karena, aktivitas produksi smelter membutuhkan supply bijih nikel dari para penambang nikel,” tuturnya.
Baca Juga: Djonli Tangkilisan: Surplus Perdagangan Harus Berdampak pada UMKM dan Ekonomi Rakyat Indonesia