PKS: Pemerintah Jangan Hilirisasi Nikel Setengah Hati

- 27 Maret 2021, 19:06 WIB
Anggota Komisi VII Fraksi PKS, Mulyanto.
Anggota Komisi VII Fraksi PKS, Mulyanto. /fraksi.pks.id

ARAHKATA - PKS mendesak pemerintah melaksanakan kebijakan hilirisasi nikel dengan sungguh-sungguh. Jangan tanggung-tanggung alias setengah hati. Sebab itu dapat menghasilkan produk bahan baku setengah jadi dengan nilai tambah kecil.

"Ke depan hilirisasi harus dilakukan secara penuh dengan memproduksi barang jadi nikel berbasis teknologi agar nilai tambahnya menjadi tinggi," ujar Mulyanto dalam Rapat Dengar Pendapat Panja Minerba Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Minerba, Kementerian ESDM beserta tujuh perusahaan smelter utama.

Dari data yang disampaikan Dirjen Minerba, diketahui selama ini program hilirisasi nikel terbatas memproduksi barang antara di bagian hulu dengan nilai tambah yang relatif kecil. Indonesia hanya memproduksi nikel matte dan fero-nikel, yang menjadi bahan baku untuk industri nikel di Cina.

Baca Juga: Bantah Hoaks Bahaya BPA pada Galon Guna Ulang, Politisi PKS Mufida Tegaskan Aturan BPOM Jadi Pegangan

Kata Mulyanto, ketimbang mengimpor bijih nikel dari Indonesia dengan harga pasar, maka bagi perusahaan nikel Cina sangat menguntungkan memindahkan pabrik smelternya ke Indonesia dan memperoleh bijih nikel dengan harga murah. Setelah diolah setengah jadi, baru kemudian produk nikel setengah jadi tersebut dikirim ke Cina.

"Strategi bisnis perusahaan smelter tersebut sah-sah saja. Yang jadi masalah adalah, apa yang kita dapat dari model hilirisasi setengah hati tersebut?" kata Mulyanto.

Oleh karena itu, Mulyanto memminta Pemerintah mengkaji dan membandingkan secara detil manfaat ekonomi antara ekspor nikel setengah jadi dengan ekspor bijih nikel langsung dengan harga internasional. Termasuk, serapan tenaga kerja lokal yang masih rendah dan efek ganda ekonominya yang terbatas.

Baca Juga: PKS Ingatkan Pemerintah Jangan Bermain Api Soal Pangan

Belum lagi, dampak lingkungan dari pembuangan limbah tailing nikel ke laut, yang banyak dikeluhkan pegiat lingkungan hidup serta munculnya gugatan dari Uni Eropa kepada Indonesia via WTO. Di mana, mereka secara resmi meminta pembentukan panel pertama dan panel kedua, soal pelarangan ekspor bijih nikel dan persyaratan pemrosesan nikel dalam negeri yang dianggap melanggar perjanjian GATT tahun 1994.

Halaman:

Editor: Ahmad Ahyar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x