Miris, Kanker Paru di Indonesia Meningkat

- 27 Februari 2021, 16:51 WIB
Ilustrasi kanker paru-paru.
Ilustrasi kanker paru-paru. /Pexels/Anna Shvets

ARAHKATA - Kematian akibat kanker paru baik di Indonesia maupun di dunia menempati urutan pertama di antara semua jenis kanker. Berdasarkan data GLOBOCAN 2020 Kematian karena kanker paru di Indonesia meningkat sebesar 18% menjadi 30.843 orang dengan kasus baru mencapai 34.783 kasus. Situasi pelik ini secara mutlak menempatkan kanker paru sebagai kanker paling mematikan di Indonesia.

Saat ini, akses penyintas kanker paru di JKN masih belum merata.  Berdasarkan Laporan Keuangan BPJS 2019, hanya 3% dana dari JKN telah dialokasikan untuk pengobatan kanker.

Saat ini JKN hanya menjamin pengobatan personalisasi bagi penyintas kanker paru dengan mutasi EGFR positif.  Namun, hampir 60% dari penyintas kanker paru memiliki mutasi EGFR negatif dan masih diobati dengan kemoterapi.  Meskipun begitu, di Indonesia sudah ada temuan terapi yang lain, seperti imunoterapi.

Baca Juga: Muslim di Indonesia Terbesar di Dunia, Modest Fashion Project Digelar

Menyikapi kondisi tersebut, para penyintas kanker paru Cancer Information & Support Centre (CISC) bersama Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) menyelenggarakan acara Diskusi Virtual yang akan membahas mengenai tantangan dan harapan penyintas kanker paru di Indonesia.

Kegiatan ini diadakan masih dalam memperingati Hari Kanker Sedunia 2021 yang jatuh di awal Februari.

Pada diskusi ini, IPKP dan CISC telah menyampaikan tiga poin rekomendasi penting terkait penanganan kanker paru di Indonesia.  Pertama, penyintas  kanker paru berharap agar kanker yang paling mematikan ini menjadi prioritas nasional. Sebab, kesehatan adalah hak asasi manusia dan penyintas kanker paru berhak mendapatkan pengobatan yang paling sesuai tipe kanker paru yang dialami penyintas. 

Baca Juga: Big Sky, Kisah Penculikan Menegangkan yang Penuh Misteri

Disamping itu, dibutuhkan juga peningkatan SDM khususnya di layanan primer terkait protokol deteksi dini dan membuka akses penyintas terhadap skrining tumor pada paru.  Selain itu, penting untuk menggencarkan edukasi yang berkesinambungan tentang gejala dan pengendalian faktor risiko.

Halaman:

Editor: Mohammad Irawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x