Indonesia Harus Waspada, Jika Tidak Indonesia Emas Menjadi Generasi Stunting

- 18 November 2020, 10:54 WIB
Perempuan menjadi salah satu tumpuan dalam mencegah syuting di 2045 saat Indonesia Emas.
Perempuan menjadi salah satu tumpuan dalam mencegah syuting di 2045 saat Indonesia Emas. /Arahkata.com

ARAHKATA - Corona-19 terus meradang,buat masyarakat terkekang. Terkekang dalam mencari pendapatan, maupun mencari penghidupan yang berimbas kepada faktor gizi yang menjadi kebutuhan generasi penerus bangsa. Karena miskin, maka asupan gizi berkurang. Kurang pekerjaan atau kegiatan di rumah disinyalir berdampak pada meningkatnya jumlah kelahiran.

Inisiator DD Parni Hadi mengatakan, kekurangan gizi diketahui menyebabkan lahirnya bayi stunting atau gagal tumbuh alias kerdil. Anak yang lahir stunting tahun 2020 akan memasuki usia angkatan kerja pada tahun 2045, ketika Indonesia merayakan pesta emas berusia 100 tahun.

"Jadi, akan tampil generasi angkatan kerja stunting tahun 2045," ungkap Hadi, dalam keteranganya kepada, arahkata.com, Selasa (17/11).

Dia mengingatkan, oleh karena itu, mulai sekarang penciptaan lapangan kerja perlu digalakkan. Demikian juga program Keluarga Berencana (KB).

Angka stunting di Indonesia tinggi.Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Asia pada 2018, setelah Timor Leste (50,5%) dan India (38,4%), yaitu sebesar 36,4%.

Baca Juga: Melihat Fungsi Seni Budaya di Masa Pandemi dari Sudut 'PULIH'

Sementara itu, menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes tahun 2018, angka prevalensi stunting di Indonesia masih di atas 20%. Artinya, belum mencapai target WHO di bawah 20%. Upaya mengatasi stunting di Indonesia sebenarnya cukup baik. Menurut data Susenas, pada tahun 2013, prevalensi balita stunting nasional Indonesia berada di angka 30,8% dan mampu diturunkan menjadi 27,67% pada tahun 2019. Akan tetapi, terjadinya wabah pandemi sejak Maret 2020, diperkirakan akan memperbesar prevalensi balita stunting di Indonesia.

Sampai tahun 2019, masih terdapat beberapa propinsi di Indonesia yang memiliki angka prevalensi stunting melebihi angka nasional 27,67%. Propinsi tersebut adalah: Kalbar, Kalteng, Kalsel, NTB, NTT, Sulsel, Sultra, Sulteng, Sulbar, Gorontalo, Maluku, Papua Barat dan Papua. Sementara itu, ada dua propinsi dengan angka prevalensi stunting paling rendah, yaitu Bali 19,7% dan DKI Jakarta 20,1%. Propinsi lain memiliki angka prevalensi di atas DKI Jakarta dan di bawah prevalensi nasional (Kemenkes, 2019).

Smeru Riset Institute memprediksi kenaikan jumlah penduduk miskin Indonesia akibat corona, dengan skema terburuk adalah dari 9,2% pada tahun 2019 menjadi 12,4% pada akhir tahun 2020, atau dari 24,8 juta jiwa menjadi 33,2 juta jiwa. Jumlah tersebut turut dipengaruhi oleh bertambahnya jumlah pengangguran. Badan Pusat Statistik menjelaskan bahwa pada Februari 2019 terjadi peningkatan pengangguran lulusan diploma sebanyak 8,5% dan lulusan Universitas sebanyak 25%.

Halaman:

Editor: Mohammad Irawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah