“Jika diakumulasikan dari data ini maka Prabowo Subianto per-Oktober 2023 sebenarnya sudah memiliki tingkat keterpilihan sebesar 48.72%. Untuk mencapai lebih dari 50% sangat terbuka apalagi waktu Pemilihan Umum masih tiga bulan ke depan” ujar Umar Halim Hutagalung, yang juga Dosen Komunikasi Politik Universitas Pancasila.
Alasan kedua, Prabowo ini memiliki silent voters/smart voters yang cukup signifikan. Sehingga antara hasil survey beberapa Lembaga dengan hasil pemilu perbedaan suara Prabowo sangat nyata.
Baca Juga: SangiRUN Night Trail Digelar Upaya Gelorakan Warisan Budaya Purbakala
Contohya, pada Pilpres 2019 Lembaga Kompas merilis hasil survey 22 Februari - 5 Maret 2019 (satu bulan sebelum pilpres) dengan menempatkan keterpilihan Prabowo diangka 37.4% dan undecided voters sebesar 13.4%.
Indo Barometer merilis survey 6-12 Februari 2019 (2 bulan sebelum Pilpres), Prabowo mendapatkan 28.9% dan undecided voters sebesar 20.9%. Lembaga SMRC merilis hasil survey 24 Februari-5 Maret 2019 dengan hasil Prabowo sebesar 31.8% dan undecided voters sebesar 10.6%.
Demikian juga dengan rilis hasil survey Alvara Research Center (22 Februari-2 Maret 2019), Prabowo mendapatkan hasil 34.7% dan undecided voters sebesar 11.4%.
Sementara hasil akhir KPU pada Pilpres 2019, Prabowo-Sandi mendapatkan suara sebesar 44.5%. Dari data ini dapat diasumsikan 60-95% preferensi undecided voters adalah Prabowo Subianto.
“Nah, jadi kalau kita tarik dari hasil rilis LSI terbaru (16-18 Oktober 2024) dengan memposisikan suara Prabowo-Gibran saat ini diangka 35.9% dan undecided voters sebesar 18.3%, kemudian berdasarkan pengalaman Pilpres 2019 kita ambil angka 77.5% (rata-rata dari 60-95%) dari suara undecided voters maka 14.18% yang berpotensi memilih Prabowo-Gibran,” jelas Umar selaku Direktur Eksekutif Network Society Indonesia (NSI).
“Sehingga pasangan Prabowo-Gibran per-Oktober ini sudah mendapatkan langkah pasangan ini dalam semua aspek termasuk logistik. Jadi menang satu putaran sangat terbuka,” tukas Umar.***