Omicron Lebih Bahaya dari Delta, Rentan Orang yang Belum Vaksin

- 28 November 2021, 14:38 WIB
Ilustrasi Covid-19.
Ilustrasi Covid-19. /Dieterich01/Pixabay.

ARAHKATA - Dunia sedang dihebohkan dengan varian baru COVID-19 yang dinamakan Omicron.

Menurut Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, kecepatan penularan varian itu diibaratkan bisa 500 kali dari virus yang muncul pertama di Wuhan.

"Bicara secara klinis dan gejala ini yang masih harus kita tunggu, kemudian juga yang jelas potensi kecepatan penularannya kalau diibaratkan Delta itu kan 100 persen lebih cepat daripada virus yang di Wuhan. Ini kemungkinan bisa 500 kali dari varian Wuhan, ini masih potensi ya, artinya dunia masih sangat rawan termasuk Indonesia," kata Dicky, kepada wartawan, Sabtu 27 November 2021.

Baca Juga: Mantan Petinggi WHO Ingatkan Pemerintah Antisipasi Varian Omicorn

Dicky mengatakan mitigasi yang dilakukan pemerintah saat ini sudah benar salah satunya memberlakukan PPKM level bertingkat. Namun, hal yang paling penting yakni percepatan vaksinasi COVID.

"Yang harus dilakukan lebih giat lagi adalah vaksinasi itu penting sekali, karena kasus Omicron ini dominan akan terjadi bagi orang yang belum vaksin sama sekali di Afrika Selatan, termasuk juga yang ada di negara lain, itu menunjukkan masih efektifnya vaksin," ujarnya.

Namun, perlu diingat kalau vaksinasi COVID bukan untuk mencegah penularan, melainkan meminimalisir keparahan dan kematian.

Baca Juga: WHO Namai Varian Baru COVID-19 dengan Omicorn

Oleh karena itu, menurutnya, vaksinasi juga harus diimbangi dengan penerapan prokes yang ketat.

"Oleh karena itu kombinasi vaksinasi yang kuat, cakupannya harus lebih dari 90 persen, kemudian 3T dan 5M di bawah payung PPKM ini harus ditingkatkan di 2022, atau di akhir tahun ini sampai ke 2022," ujarnya.

"Kita nggak usah panik berlebihan karena kabar baiknya adalah vaksinasi lebih efektif dalam melindungi keparahan dan kematian, kedua kombinasi dengan 3T dan 5M juga sangat efektif," lanjutnya.

Baca Juga: Eropa Dihantam COVID-19, WHO: Tembus 2,2 Juta

Saat ini menurut Dicky yang menjadi persoalan yakni pengabaian protokol kesehatan (prokes). Sebab, saat ini penerapan prokes terlihat sudah menurun.

"Tapi PR-nya adalah pengabaian yang harus kita hindari, kabar baik lagi adalah saat ini vaksin moderna juga sedang bekerja untuk membuat booster untuk varian baru ini, tapi ini perlu 100 hari, artinya saat ini dalam 100 ke depan itu masa yang sangat awam," ucapnya.***

Editor: Tia Martiana


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah