Aparat dan Lembaga Perlu Peningkatan Sinergi dalam Penanganan Terorisme

- 15 November 2020, 22:53 WIB
Aksi anarkis saat terjadi demonstrasi (Foto Rangga)
Aksi anarkis saat terjadi demonstrasi (Foto Rangga) /Arahkata.com

ARAHKATA - Di penghujung tahun 2019, Indonesia kembali digemparkan dengan peristiwa bom bunuh diri, yang terjadi di Markas Polrestabes Medan, Sumatera Utara di tanggal 13 November 2019. Pelaku yang diketahui berprofesi sebagai pengemudi ojek online (ojol), menjadi contoh bagaimana terorisme itu tidak memandang orang. Dengan kejadian tersebut, pelaku diduga telah terpapar radikalisme.

Di tahun 2020 ini, pada bulan Agustus lalu, Mabes Polri merilis detail penangkapan 72 terduga teroris yang telah ditangkap selama periode 1 Juni hingga 12 Agustus 2020 di wilayah Indonesia termasuk Poso. Penangkapan dilakukan di 13 wilayah Indonesia, seperti Sumatera Barat, Bali, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, Jawa Tengah, Riau, Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Maluku, dan Gorontalo.

"Kalau soal pengungkapan terorisme saya pikir aparat sudah melakukan dalam hal ini. Tetapi penindakannya sekarang yang paling penting penindakan terhadap terorisme itu memang sudah berjalan ya melakukan penangkapan-penangkapan ketika ditemukan sel-sel pergerakan di lapangan. Tetapi kan terkait dengan radikalisme ini yang sampai sekarang kita tidak lihat penindakan yang nyata dari pemerintah," kata Ferdinand.

Dirinya juga menyampaikan, bagaimana masyarakat dapat menyaksikan radikalisme dan berpikir radikalisme. Bertindak yaitu wujud nyatanya dalam bentuk perbuatan-perbuatan intoleran terhadap perbedaan.

"Ini sebuah radikalisme. Nah ini yang harus ditindak sebetulnya oleh pemerintah harus diredam dengan cepat karena kalau tidak ini akan berkembang menjadi bibit-bibit teroris ke depan. Karena radikalisme semakin hari semakin dipupuk semakin mendapat masukan dan pelajaran yang radikal, ini akan berpotensi menjadi teroris karena mereka mendapat pemahaman yang salah," ungkap Politisi dan Pengamat Keamanan Ferdinand Hutahaen, saat dihubungi arahkata.com.

"Intinya kalau tentang terorisme, saya melihat petugas kita sudah bekerja maksimal bahkan cukup bagus. Yang masalah ini sekarang adalah penanganan terhadap kelompok-kelompok radikal yang saya belum melihat pemerintah melakukan upaya-upaya terbaik. Bahkan cenderung terabaikan sampai sekarang. Ini akan menjadi masalah besar ke depan," tambahnya.

Terkait dengan kordinasi, Indonesia memiliki banyak lembaga ada BNPT, Densus, Kepolisian, kalau di TNI ada Gultor (Penanggulangan Teror) perlu sebetulnya ke depan, bagaimana pemerintah membuat kebijakan bersama dengan DPR agar TNI bersama Polri betul-betul bekerja sama dan dilibatkan dalam penindakan gerakan gerakan terorisme

"Penanganan terorisme kita boleh lah di bilang baik yang agak tidak baik itu sekarang kan program deradikalisasi yang belum berjalan. Jadi kalau mengungkap jaringannya siapa, di mana dan segala macam metodologinya sama dengan mengungkap siapa-siapa pelakunya," kata Ferdinand.

"Sekarang yang jauh lebih penting adalah upaya deradikalisasi upaya menghentikan gerakan gerakan radikalisme karena ini adalah bibit teroris kedepannya ini yang belum belum terlihat mendapat hasil sampai sekarang bahkan pengikut-pengikut yang Radikal justru semakin membesar dan semakin banyak saat ini yang perlu dievaluasi oleh pemerintah," tambahnya.

Halaman:

Editor: Mohammad Irawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah