Boy Rafli: Potensi Ancaman Terorisme Indonesia Urutan ke-24

- 5 Juli 2022, 13:09 WIB
Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar
Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar /ANTARA

ARAHKATA – Global Terrorism Index (GTI) 2022 memberikan gambaran bahwa Indonesia berada di urutan ke-24 dari 162 negara yang memiliki potensi ancaman terorisme.

Selain itu, United Nation merilis bahwa pada masa pandemi gerakan radikalisasi di sosial media juga terjadi peningkatan.

Disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Dr Boy Rafli Amar MH saat menjadi pembicara dalam Stadium General bertajuk 'Deteksi Dini Modus Perkembangan Gerakan Radikalisme' yang berlangsung di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Senin, 4 Juli 2022.

Baca Juga: Buset! ACT Dikuliti Habis-habisan, Ada Nama Gubernur DKI Jakarta

"Perkembangan teror secara global dan regional termasuk di dalamnya perkembangan teror dalam negeri, seperti perkembangan kelompok-kelompok Mujahidin Indonesia Timur, Negara Islam Indonesia, Separatis Terorisme Papua, Jamaah Ansharul Khilafah dan lain sebagainya," ujar Boy Rafli.

Boy Rafli juga menyampaikan terjadinya peningkatan gerakan radikalisasi pada masa pandemi sebagaimana rilis yang dikeluarkan oleh United Nation (Perserikatan Bangsa Bangsa).

"Termasuk di Indonesia, 202 juta orang menggunakan internet dan 80 persen pemilik akun media sosial. Dari 80 persen pemilik akun medsos ini sebanyak 60 persen adalah kalangan muda. Itulah yang menjadi target kelompok jaringan terorisme global. Dimana teroris ini menghembuskan narasi-narasi kebencian kepada pemerintah,” ujarnya.

Baca Juga: Politikus PPP Ini Mengaku Prihatin Atas Kondisi Partai di Tangan Suharso Monoarfa

Boy Rafli menyebutkan bahwa ketimpangan dalam pelayanan publik dan pelayanan oleh negara atau pemerintah menjadi pintu masuk untuk dibangunnya semangat permusuhan kepada negara.

“Jaringan terorisme ini memiliki tujuan politik untuk mendelegitimasi kekuatan supra politik di pemerintahan masing-masing dan berharap bisa eksis di negara tersebut," kata Boy Rafli.

Dia lantas mengingatkan kepada praja IPDN untuk berhati-hati terhadap dakwah atau kajian yang berkedok agama tetapi di dalamnya terdapat ajaran-ajaran radikalisme atau terorisme yang tersisipi.

Baca Juga: Silaturahmi Kebangsaan Pimpinan MPR RI dengan Pengurus Pusat Partai Nasdem

“Praja sebagai calon pimpinan masa datang harus benar-benar dapat membedakan mana yang dakwah agama, mana yang benar-benar menjadi rencana penuh dengan kekerasan," kata Boy Rafli blak-blakan.

Dia pun memastikan, jika orang sudah menghalalkan kekerasan berarti sudah tidak mengacu pada agama manapun, karena semua agama tidak memperbolehkan adanya kekerasan. Sedangkan kelompok teroris ini menggunakan agama untuk kepentingan politik agar mereka dapat berkuasa.

Sementara itu, Rektor IPDN Dr Hadi Prabowo MM mengatakan, pembekalan materi yang disampaikan oleh Kepala BNPT itu harus dipahami dan dijadikan sebagai pedoman bagi para praja, terutama untuk mencermati paham atau gerakan kelompok-kelompok intoleransi, radikalisme dan terorisme.

Baca Juga: Jokowi Bertemu Vladimir Putin Bawa Misi Perdamaian

“Adanya radikalisme dimulai dengan adanya intoleransi lalu menjadi ekstrimis dan berkembang menjadi terorisme. Hal ini tentunya harus menjadi kewaspadaan kita semua, apalagi sekarang ini selalu berkedok agama,” ujar Hadi Prabowo.

Hadi Prabowo menyayangkan jika tindakan kelompok atau oknum yang selalu membawa atas nama agama tertentu sebagai kedok atau media dari gerakan radikalisme dan terorisme.

“Jangan menjadikan agama sebagai kedok atau media dari radikalisme dan terorisme. Kita harus mampu memilih dengan baik pendakwah agama, sehingga kita bisa menangkal radikalisme. Intoleransi, radikalisme dan terorisme adalah musuh bangsa Indonesia, karena hal ini sangat bertentangan dengan ideologi dan konsesus dasar negara. Ini juga merupakan musuh agama,” tegasnya.

Baca Juga: Presiden Jokowi Disambut Presiden Zelenskyy di Istana Maryinsky

Hadi Prabowo meminta agar masyarakat Indonesia dan praja pada khususnya, jangan terlena.

Meskipun pemahaman kita terkait radikalisme berada di posisi 63,44 persen tapi kita harus tetap waspada terhadap gerakan-gerakan radikalisme tersebut.

“Kita, terutama praja harus terus memperkuat jati diri bangsa, karena praja adalah garda terdepan bangsa dan juga diharapkan dapat menjadi kader terdepan di dalam upaya penanggulangan terorisme, radikalisme dan intoleransi," pesannya mengingatkan.

Baca Juga: Jama'ah Khilafatul Muslimin Deklarasi dan Ikrar Setia kepada Pancasila dan NKRI

Dia juga meminta kepada seluruh praja IPDN untuk terus memupuk jiwa kebangsaan dan nasionalisme, tidak memperdebatkan perbedaan agama, menguasai ilmu pengetahuan dan pemahaman terhadap agama sesuai dengan tuntunannya.

“Jangan sampai terjebak pada statement atau pemikiran bahwa terorisme itu ada pada satu agama. Terorisme adalah musuh semua agama. Harus kita lawan bersama. Kita harus mampu mengembangkan dan memelihara kebhinekaan, menjaga toleransi, dan anti kekerasan serta memperkuat iman dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,” pungkas Hadi Prabowo.

Antusiasme praja IPDN terhadap materi yang disampaikan oleh pembicara cukup tinggi.

Baca Juga: Anggota DPRD Desak Anies Tanggung Jawab Dampak Perubahan Nama Jalan

Hal itu terlihat dari banyaknya praja yang melontarkan pertanyaan, baik dari praja yang mengikuti secara luring maupun daring.

Ketika seorang praja bertanya terkait apa saja upaya yang dapat dilakukan oleh praja dalam mengedukasi masyarakat agar tidak terpengaruh oleh paham radikal?

Adapula menanyakan apa tindakan yang harus dilakukan apabila melihat tindakan radikalisme di medsos dan lain sebagainya?

Baca Juga: Diam-diam AHY Ketemu Ganjar Ini Bocoran Pembicaraan Keduanya

Menanggapi pertanyaan tersebut, Boy Rafli menjawab, praja harus memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat, dan tetap memegang teguh semangat nasionalisme dan cinta kepada negara.***

Editor: Wijaya Kusnaryanto

Sumber: BNPT


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x