Rektor Paramadina Sentil Jokowi Sudah Sempurna Otoriternya, Presiden seperti Raja

- 8 Februari 2024, 18:13 WIB
Rektor Universitas Paramadina, Prof. Dr. Didik J. Rachbini.
Rektor Universitas Paramadina, Prof. Dr. Didik J. Rachbini. /Universitas Paramadina/

ARAHKATA - Rektor Universitas Paramadina Didik J. Rachbini menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah seperti zaman pemerintahan Presiden Soeharto.

Pasalnya, birokrasi sudah dimobilisasi demi kepentingan khusus, bukan berorientasi kepada kepentingan rakyat. 

"Sudah seperti zaman Pak Harto. Mobilisasi Golkar pada waktu itu, ya sudah terjadi (saat ini) dan hanya terjadi ketika kekuasaan itu otoriter. Sekarang sudah sempurna otoriternya dan presiden sudah seperti raja," katanya dalam diskusi daring pada Rabu, 7 Februari 2024. 

Baca Juga: SBY Sebut Lima Tahun Terakhir Rakyat Indonesia Merasakan Kesulitan

Didik Rachbini menyoroti anggaran negara yang belakangan mengalir deras untuk bantuan sosial (Bansos).

Tak sedikit yang memang menuding bahwa Bansos tersebut sarat unsur politis. Menurut Didik, Bansos digunakan Jokowi sebagai alat politik belaka.

Didik Rachbini mengatakan, Jokowi melancarkan niatnya melalui berbagai macam cara. Mulai dari cara yang terang-terangan, tidak langsung, hingga isyarat simbolik.

Baca Juga: Guru Besar UI: Kecewa Berat dan Sangat Mengerikan Kita Dianggap Berpolitik

"Jadi most probably, bukan most likely, bansos ini akan dipakai sebagai alat politik. Dan itu sudah dilakukan dengan berbagai cara, langsung, tidak langsung, simbolik-simbolik, dan seterusnya."

Dia memaparkan, Presiden Soeharto meninggalkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sekitar Rp 50 sampai 60 triliun sebelum lengser.

Sementara Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) memulai dengan Rp 200 sampai Rp 500 triliun di akhir masa jabatannya.

Baca Juga: Atasi Rasa Malas, Begini Cara Tingkatkan Produktivitas!

"Pak SBY mulai dengan Rp 200 triliun, Rp 300, terakhir Rp 500 triliun sebelum lengser. Nah, Pak Jokowi ini karena ekonomi berkembang, sampai Rp 3.000 triliun," tuturnya. 

Jika dikaji dengan kondisi perpolitikan saat ini yang merupakan tahun panas politik, kata Didik Rachbini, APBN digelontorkan jor-joran untuk pemberian Bansos.

"Sudah dibicarakan internal mereka untuk kepentingan istana, kepentingan kekuasaan, kepentingan kelanggengan. Memobilisasi anggaran sosial yang Rp 500 triliun itu untuk kepentingan politik."

Baca Juga: Anak Juga Bisa Alami Hipertensi, Ini Penyebabnya

Didik Rachbini mengamini bahwa dugaan tersebut memang sulit dibuktikan. Akan tetapi, dampaknya sudah dirasakan jelas.

"Apapun alasannya, ya memang tidak mudah membuktikan, tetapi ini sudah seperti kentut. Kentutnya ada, kita rasakan," kata dia.

Didik Rachbini menganggap bahwa Pemilu 2024 adalah pemilu paling tidak jujur sepanjang sejarah. Menurut dia, Pemilu tahun ini akan dicatat sebagai Pemilu yang tidak bersih.

Baca Juga: Si Kecil Suka Memukul? Jangan Panik, Yuk Pahami dan Cari Solusinya!

Dia membandingkan dengan Pemilu di era pencalonan SBY. Ketika SBY menjabat, tidak ada kerabat atau bahkan putranya yang maju untuk melanjutkan estafet pemerintahan ayahnya.

Berbeda dengan sekarang, putra sulung petahana Presiden Jokowi melenggang maju dalam kontestasi politik sebagai calon wakil presiden bersama Prabowo Subianto.

"Yang paling bersih itu sebenarnya zaman SBY, karena SBY gak punya kepentingan. Anaknya belum mau menjadi presiden dan seterusnya. Jadi, teman-teman cendekiawan mohon bisa secara kritis mencermati," ucap Didik Rachbini.***

Editor: Wijaya Kusnaryanto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah