Antara Non PNS dan P3K Bagi Guru

7 Januari 2021, 22:14 WIB
Ilustrasi ruangan kelas sekolah. /PIXABAY/weisanjiang

ARAHKATA - Hiruk pikuk perubahan status guru dari PNS menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) mulai tahun 2021 terus menjadi diskusi panjang. Jika melihat perkembangan pandangan di media sosial yang dihuni oleh mayoritas para pengajar di seluruh nusantara, banyak berbeda pandangan dengan keputusan yang akan diambil oleh pemerintah. Beragamnya pandangan, menjadi pandangan pemerintah dalam mengambil kebijakan ke depan.

Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim menyatakan dari sekian banyak kebijakan sepanjang satu tahun tiga bulan menjabat, program mengangkat P3K dengan 1 juta kuota ini adalah satu-satunya yang baik.

"Ini saya anggap sebagai hal yang baik. Karena dengan kebijakan ini, maka 94 persen guru non PNS yang berpenghasilan di bawah Rp2 juta bisa berpeluang mendapatkan penghasilan yang lebih baik," kata Ramli, saat dihubungi, Kamis (7/1/2020).

Ia juga menyampaikan bahwa setelah setahun selalu menyampaikan kritik pada menteri, tanpa memberikan perubahan apapun, kini saatnya hanya tinggal bekerja maksimal saja.

"Ditengah pesimisme pada mas menteri, sekarang kami dari IGI memilih untuk bekerja maksimal saja. Dan mensyukuri kuota yang 1 juta itu. Kita berupaya membina guru-guru, terutama yang dari IGI, untuk lulus," ujarnya.

Ia mengakui bahwa kompetensi yang kurang dari guru memang harus dibenahi agar bisa mendorong pendidikan Indonesia menjadi lebih baik.

"Kebijakan pemerintah itu tidak ada yang permanen. Berganti pejabat bisa ganti kebijakan. Jadi sekarang, kita bina saja guru-guru untuk dapat lulus," ucapnya.

Berbeda dengan IGI, Sekjen FSGI Heru Purnomo menyatakan bahwa alasan rekruitmen CPNS guru selama 20 tahun terakhir tidak menyelesaikan penyaluran guru secara merata di seluruh wilayah Indonesia merupakan alasan yang tidak bijak.

"Pemerataan guru PNS selama ini permasalahannya terletak pada kurangnya guru PNS di daerah. Hal ini disebabkan guru PNS setiap tahun ada yang pensiun, ada guru yang menjadi pejabat structural, ada guru yang meninggal dunia atau oleh faktor lain yang tidak segera terisi oleh PNS guru hasil rekruitmen," ucapnya saat dihubungi terpisah.

Ia mencontohkan, misalnya yang pensiun guru Bimbingan Konseling (BK), tapi yang diangkat guru Bahasa Indonesia, akhirnya daerah kelebihan guru Bahasa Indonesia dan kekurangan guru BK.

"Ditambah lagi rekruitmen PNS guru selama ini terhitung lambat sehingga, kebutuhan guru di daerah terisi oleh guru-guru honorer,” ungkapnya.

Ia menambahkan, kalau masalahnya ada pada pola rekruitmen guru PNS, maka agar tidak menghancurkan sistem distribusi, penugasan guru PNS ditempat sesuai dengan kebutuhan dan dibuat regulasi tidak bisa mutasi kecuali terjadi pertukaran antar guru PNS antara daerah yang dituju dengan daerah asal, sehingga sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah dan tidak merusak sistem distribusi guru PNS.

Jika ketentuan tersebut diberlakukan, maka harus ada revisi terkait ketentuan mutasi guru PNS, sebagaimana diatur dalam pasal 28 ayat (1) UURI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru Dosen.

"Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat dipindahtugaskan antar provinsi, antar kabupaten dan antar kota, antar Kecamatan maupun antar satuan pendidikan dan/atau promosi," ucapnya.

Tapi jika memang diberlakukan, Heru mengharapkan adanya perubahan komposisi pengangkatan. Yaitu 20 persen guru, 80 persen P3K.

"Artinya tidak melaksanakan rekruitmen guru PPPK 100 persen. Buka peluang 20 persen untuk rekruitmen guru PNS. Kalau rencana pemerintah pada 2021 merekrut guru P3K sebanyak 1 juta, maka komposisinya menjadi 200 ribu guru CPNS dan 800 ribu guru PPPK," ungkapnya.

Naik Berjenjang

Jika Pemerintah tetap pada kebijakan melakukan rekruitmen 100 persen PPPK guru di tahun 2021, maka sesuai ketentuan dalam UU ASN, setelah PPPK bekerja menjalani kontrak 1 tahun, dengan didasarkan pada penilaian kinerjanya dan persyaratan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, guru P3K berhak mengikuti seleksi atau rekruitmen dari PPPK guru untuk dinaikkan statusnya untuk diangkat menjadi PNS dengan kuota 20 persen.

"Jadi prinsipnya naik berjenjang mengikuti anak tangga sebagaimana amanah UU ASN RI yaitu memberi peluang bagi P3K untuk diangkat menjadi PNS melalui proses seleksi yang tercantum pada pasal 99 ayat (1) UURI Nomer 5 Tahun 2014 dinyatakan bahwa P3K tidak dapat diangkat secara otomatis menjadi CPNS dan pada Ayat (2) Untuk diangkat menjadi calon PNS , P3K harus mengikuti semua proses seleksi yang dilaksanakan bagi calo PNS dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan.

“Jika Pemerintah tidak mengangkat PPPK menjadi PNS seperti amanah pasal 99 ayat 2 maka pemerintah pada dasarnya melanggar perundang -undangan ini," tandasnya.

Pasal 121 ayat (1) UU No. 5 Tahun 2014 berbunyi Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat ditempatkan pada jabatan structural. Maknanya selama guru statusnya dikondisikan oleh pemerintah menjadi P3K berarti Pemerintah menghalangi guru untuk menduduki jabatan struktural.

"Karena ASN dengan status PNS yang bisa menduduki jabatan Struktural sesuai amanah Undang - Undang no 14 Tahun 2005 tentang Guru Dosen pasal 26. Pemerintah adalah pelaksana dari UU, jadi dalam melaksanakan sistem pemerintah yang baik, seluruh kebijakan eksekutif haruslah di dasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku, jangan menabrak UU yang dibuat legislatif," pungkasnya.

Editor: Mohammad Irawan

Tags

Terkini

Terpopuler