Zuzy menyebutkan perlunya pembatasan dalam pelaksanaan kembali diizinkannya penggunaan cantrang ini.
"Misalnya, melarang kapal besar di atas 30 GT menggunakan cantrang, hanya boleh dilakukan padalokasi tertentu saja, yaitu perairan di atas 12 mil dan perlu juga diberlakukan moratorium pada beberapa bulan setiap tahunnya (open closed system)," ujarnya.
Baca Juga: Gemar Berbelanja? Berikut 5 Tips Hemat Belanja Online
Ia juga menyampaikan perlunya standarisasi alat tangkap cantrang bersamaan dengan upaya pengembangan alat tangkap yang berwawasan lingkungan.
"Standarisasi alat tangkap ini dalam kaitannya dengan definisi spesifikasi trawl dan modifikasinya sebagai standard nasional yang dilarang," kata Zuzy menjelaskan.
Juga perlu dilakukan Capacity Utilization untuk setiap perairan, supaya perikanan lebih rasional dan kesejahteraan nelayan akan meningkat.
Pengamat Kelautan Suhana juga menyampaikan kekhawatiran yang sama. Bahwa, dengan cantrang ini akan mempengaruhi pendapatan nelayan kecil.
"Kalau pertimbangannya nelayan kecil, cantrang itu yang punya nelayan dengan modal besar. Dan nelayan non cantrang itu, lebih banyak jumlahnya dibandingkan nelayan cantrang," kata Suhana saat dihubungi terpisah.
Selain itu, kalau cantrang diizinkan, nanti akan ada permintaan untuk pukat diizinkan kembali penggunaannya.
"Cantrang itu kan di Jawa Tengah. Kalau di Sumatera itu jenisnya pukat. Kalau yang ini diizinkan, lalu yang sana protes minta diizinkan. Terus diizinkan lagi, bagaimana dengan ekosistem laut?," pungkasnya.