Ini Lho Maksud Perubahan Peraturan BPOM Terkait Bahaya Zat BPA

- 12 Februari 2022, 20:40 WIB
Ilustrasi galon.
Ilustrasi galon. /

ARAHKATA - Pernyataan seorang Guru Besar IPB bidang pangan yang mengatakan pelabelan free BPA tidak wajib disesalkan Ketua Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL), Roso Daras.

Ditegaskan Roso, pernyataan itu jelas akan berakibat fatal bagi kesehatan anak-anak Indonesia. Apalagi pernyataan itu dimuat di beberapa media online yang bisa berdampak menyesatkan masyarakat.

"Di negara - negara maju, sudah melarang penggunaan kemasan plastik yang mengandung BPA. Di Indonesia sudah bagus juga. Botol - botol susu untuk bayi, piring, sendok plastik dan peralatan mainan anak sudah free BPA. Tinggal dari galon guna ulang yang belum free BPA, dimana kemasan ini terlihat banyak digunakan dalam kemasan plastik AMDK untuk konsumsi keluarga, yang justru pengaruhnya sangat besar. Banyak anak - anak minum susu formula, airnya dari galon guna ulang berbahan polycarbonat dengan kode daur ulang 7 yang mengandung BPA. Itulah jalan masuk BPA ke dalam tubuh bayi, " papar Roso Daras di Jakarta, Selasa (9/2).

Lebih jauh Roso menegaskan, JPKL mendukung keputusan BPOM untuk Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM No 31 tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan, dan berharap segera dilakukan. Karena dengan adanya Perubahan Peraturan BPOM ini anak-anak Indonesia akan terlindungi dari bahaya zat BPA. Apalagi BPOM sebagai regulator telah melakukan penelitian paling mutakhir dengan mengambil sampel secara acak di seluruh Indonesia di 2021 - 2022. Hasilnya terbukti galon guna ulang yang beredar telah melampaui ambang batas migrasi BPA yang telah ditentukan yaitu 0,6 bpj. Ini jelas membahayakan  bagi bayi, balita, dan janin pada ibu hamil yang kedepannya menjadi generasi penerus bangsa Indonesia.

Ditegaskan Roso, apa yang disampaikan guru besar bidang pangan itu tidak update.

"Di negara - negara maju sudah tidak menggunakan kemasan polycarbonat lagi. Karena dilarang menggunakan kemasan yang mengandung BPA. Siapa bilang di luar negeri tidak ada Pelabelan? Justru wajib ada Pelabelan bahwa plastik yang digunakan sudah free BPA. Harusnya seorang guru besar hal seperti itu sudah paham, dan seorang guru besar harusnya berpikir besar. Berpikir besar itu artinya berpikir untuk keselamatan masyarakat banyak, bukan berpikir sektoral. Harus melihat Indonesia secara luas bukan hanya hari ini saja. Tapi ke depan juga," tandas Roso Daras.

Masih menurut Roso, apa yang disampaikan guru besar itu menggunakan data yang lama. Sebagai guru besar harusnya mengikuti perkembangan dunia dan peraturan soal pangan dunia.

"Batas toleransi 0,6 bpj memang peraturan yang dikeluarkan oleh BPOM. Dan JPKL pada mulanya menginisiasi agar isi kemasan tersebut tidak dikonsumsi bayi, balita dan ibu hamil. Sebab mereka kelompok usia rentan terhadap paparan BPA. Mereka harus mengkonsumsi makan dan minum dari wadah yang free BPA," paparnya.

JPKL kemudian menunjuk salah satu laboratorium untuk meneliti migrasi BPA pada galon guna ulang. Ternyata hasilnya jauh di atas ambang batas. Dengan hasil rata - rata 2 - 4 bpj.

Halaman:

Editor: Agnes Aflianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x