ARAHKATA - Ada hal menarik terkait dicopotnya Kapolda Metro Jaya dengan alasan Pelanggaran Protokol Kesehatan (prokes). Jika dilihat kronologisnya, kerumunan massa sudah terbiarkan jauh sebelum Habib Rizieq Shihab (HRS) tiba di Tanah Air.
Banyak kegiatan kerumunan massa yang dibiarkan pihak kepolisian. Sebut saja, Munas PBSI yang dipimpin Wantimpres Wiranto di Tangerang, lalu kerumunan massa menuju KPUD Solo saat putra Jokowi mendaftar calon walikota, lalu kerumunan massa menuju KPUD Medan saat menantu Jokowi mendaftar calon walikota dan lain-lain.
Ketua Presidium Ind Police Watch Neta S Pane, menggaris bawahibhal tersebut, yang mana dalam kasus itu Kapolda Jateng maupun Kapolda Sumut tidak dicopot dari jabatannya.
Baca Juga: Ditunggu Hampir 6 Jam, Pasca Pemeriksaan Gisell Cuma Bilang Begini
Lebih jauh, Neta mereview kejadian demi kejadian, adanya pembiaran kerumunan massa juga terjadi saat HRS tiba di bandara Soekarno Hatta (Soeta). Lalu terjadi kerumunan massa di Petamburan Jakarta Barat.
"Dalam kasus ini Anies sebagai Gubernur Jakarta, sebenarnya sudah lebih dulu bertindak, dengan cara memberikan denda Rp 50 juta kepada HRS yang dinilai telah melakukan kerumunan massa dan melanggar prokea. Hanya saja aparatur satpol PP Anies tidak berani membubarkan acara HRS," terang Neta, saat dihubungi arahkata.com, (17/11).
Neta mengatakan, dalam kasus sejumlah kerumunan massa sejak HRS pulang ke Indonesia, aparatur pemerintah tidak berani bersikap tegas dan cenderung membiarkan. Padahal presiden sudah menunjuk satgas pemulihan Covid-19 yang dipimpin sejumlah pejabat sipil, militer, dan polisi.
"Tapi kenapa satgas itu tidak mengantisipasi dan bergerak membubarkan kerumunan massa yang dilakukan HRS. Setelah Presiden Jokowi "teriak" memanggil sejumlah pejabat berwenang dan mempertanyakan pembiaran terhadap kerumunan massa yang dilakukan HRS barulah Kapolri bertindak mencopot Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jabar," ungkapnya.
Baca Juga: Berjalan dengan Baik Anies Klarifikasi 33 Pertanyaan Penyidik