Kelompok pertama diminta untuk menahan diri menggunakan media sosial selama satu minggu.
Sementara kelompok kedua diizinkan untuk melanjutkan bermedia sosial seperti biasa.
Baca Juga: Kasus COVID-19 Semakin Melonjak, Kim Jong Un Kerahkan Militer
Direktur Program DSW di Tulane University School of Social Work Dr. Tonya Cross Hansel mengatakan hasil penelitian tersebut menjadi sangat penting mengingat pandemi.
“Kesehatan mental dan kesejahteraan secara keseluruhan telah menurun selama beberapa tahun terakhir. Hal tersebut ditambah dengan kondisi medis sebelumnya, pengalaman kesedihan dan kehilangan, serta kondisi tenaga kesehatan yang sangat rentan,” kata Hansel, dilansir dari Healthline dikutip ArahKata.com pada Senin, 16 Mei 2022.
Hansel berpendapat bahwa media sosial memang memainkan peran positif saat pandemi karena menyediakan cara bagi orang-orang untuk tetap terhubung.
Baca Juga: Presiden Jokowi Ajak Amerika Serikat Jaga Perdamaian di Indo-Pasifik
Namun di sisi lain media sosial juga telah memperburuk kondisi negatif yang sudah ada sebelumnya.
“Misalnya, identitas digital palsu serta perbandingan terus-menerus dengan kehidupan palsu, hal tersebut dapat menumbuhkan perasaan sedih karena menganggap dirinya tidak sesuai standar,” katanya.
Dia juga menunjukkan bahwa perundungan di media sosial dan waktu menatap layar yang berlebihan juga dapat menyebabkan kesehatan mental yang lebih buruk.