ARAHKATA - Kebanyakan orang mungkin mengira bahwa masalah hipertensi hanya terjadi pada orang dewasa.
Namun, kenyataannya hipertensi dapat terjadi pada orang di segala usia, termasuk anak-anak.
Bagi orang dewasa, mungkin mudah untuk mengetahui apakah ia memiliki hipertensi hanya dengan melakukan pemeriksaan tekanan darah dan membandingkannya dengan angka yang seharusnya.
Baca Juga: Si Kecil Suka Memukul? Jangan Panik, Yuk Pahami dan Cari Solusinya!
Meskipun anak-anak juga akan menjalani tes yang sama, namun menafsirkan angkanya lebih rumit.
Dokter akan menggunakan grafik berdasarkan jenis kelamin, tinggi badan, dan tekanan darah anak untuk menentukan apakah ia mengalami hipertensi atau tidak.
Penyebab Anak Mengalami Hipertensi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi pada anak sering kali dikaitkan dengan kondisi kesehatan lain, seperti kelainan jantung, penyakit ginjal, kondisi genetik atau kelainan hormonal.
Baca Juga: Petualangan Rasa, Mencicipi Beragam Sambal Khas Nusantara
Faktor risiko anak mengalami hipertensi tergantung pada kondisi kesehatan, genetik, dan faktor gaya hidup.
Mengutip halodoc, Berdasarkan faktor risikonya, hipertensi pada anak dibedakan menjadi:
Hipertensi Primer
Hipertensi primer dapat terjadi dengan sendirinya, tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Jenis hipertensi ini lebih sering terjadi pada anak yang usianya lebih tua, misalnya 6 tahun ke atas.
Baca Juga: Yuk, Sulap Sayuran Menjadi Hidangan Super Lezat dan Disukai Anak-Anak!
Faktor risiko terjadinya hipertensi primer pada anak, yaitu:
- Kelebihan berat badan atau obesitas
- Memiliki riwayat keluarga dengan tekanan darah tinggi
- Memiliki diabetes tipe 2 atau kadar gula darah tinggi
- Memiliki kolesterol tinggi
- Terlalu banyak makan makanan bergaram
- Hispanik
- Berjenis kelamin laki-laki
- Terpapar asap rokok
- Kurang betaktivitas fisik
Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder disebabkan oleh kondisi lain, dan memang lebih sering terjadi pada anak-anak.
Penyebab dari hipertensi ini meliputi:
- Penyakit ginjal kronis
- Penyakit ginjal polikistik
- Masalah jantung, seperti penyempitan parah (koarktasio) aorta
- Gangguan adrenal
- Hipertiroidisme
- Pheochromocytoma, tumor langka di kelenjar adrenal
- Penyempitan arteri ke ginjal (stenosis arteri ginjal)
- Gangguan tidur (sleep apnea)
- Konsumsi obat-obatan tertentu.
Baca Juga: Survei Poltracking: Prabowo-Gibran Melesat di Jawa Timur, Ganjar-Mahfud Merosot
Hipertensi meningkatkan beban kerja jantung, karena jantung harus memompa darah melalui pembuluh darah untuk melawan tekanan tinggi. Ketika jantung harus memompa lebih keras, ruang pompa (ventrikel kiri) jantung bisa membesar dan menebal.
Jika tekanan darah tinggi tidak diketahui atau tidak segera ditangani, sisi kiri jantung bisa menjadi semakin besar atau lebih tebal (hipertrofi ventrikel kiri). Kondisi ini dapat menjadi salah satu faktor risiko yang menyebabkan penyakit arteri koroner dan kemungkinan serangan jantung.
Jika tekanan darah tinggi tidak segera ditangani, maka dapat merusak arteri di ginjal sehingga menyempit dan menurunkan suplai darah ke ginjal. Apabila ginjal tidak dapat berfungsi secara normal, maka kondisi ini dapat menyebabkan gagal ginjal.
Baca Juga: DKPP Jatuhkan Sanksi KPU Langgar Kode Etik Pemilu Hancurkan Kepercayaan Publik
Hipertensi anak yang tidak terkontrol dari waktu ke waktu juga dapat merusak arteri yang membawa darah ke otak. Tekanan darah tinggi yang berkepanjangan dapat menyebabkan dinding pembuluh melemah dan bahkan mungkin pecah, menyebabkan pendarahan di otak (stroke).
Hipertensi yang tidak terkontrol juga dapat merusak mata dengan menyebabkan arteri menyempit dan berputar, sehingga menghambat suplai darah. Akhirnya, kondisi ini bisa mengakibatkan masalah penglihatan.
Serangan jantung, gagal ginjal, dan stroke akibat hipertensi jarang terjadi pada anak-anak dan remaja, namun, dapat memengaruhi kehidupan dan kesehatan anak hingga dewasa.***