Diduga Jadi Biang Carut Marut Pengelolaan Royalti Musik Indonesia, Pengangkatan Komisioner LMKN Baru Digugat

- 19 Oktober 2022, 15:27 WIB
Pengangkatan Komisioner LMKN Baru Diduga Jadi Biang Carut Marut Pengelolaan Royalti Musik Indonesia
Pengangkatan Komisioner LMKN Baru Diduga Jadi Biang Carut Marut Pengelolaan Royalti Musik Indonesia /Edi Prasetyo/ARAHKATA

ARAHKATA - Keluarnya Surat Keputusan Pengangkatan Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Pencipta dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional Pemilik Hak Terkait di Bidang Lagu dan/atau Musik dianggap telah melanggar berbagai ketentuan hukum dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

SK Pengangkatan Komisioner yang diterbitkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tanggal 3 Juni 2022 ini pada pokoknya berisikan pengangkatan Komisioner LMKN 2022 - 2025 dan mencabut SK Komisioner LMKN 2019-2024 (SK Nomor M.HH-01.KI.01.08 Tahun 2019 tanggal 28 Januari 2019).

Atas dasar hal tersebut, Marulam Juniasi Hutauruk, Rien Uthami Dewi dan Rapin Mudiardjo yang selanjutnya dapat disebut "Komisioner LMKN Jilid 2" telah mengajukan gugatan hukum melalui Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara di Jakarta (PTUN) pada Rabu, 31 Agustus 2022 lalu.

Baca Juga: Tegas! Denny Sumargo Rela Usir Istri Jika Ketahuan Selingkuh

Mereka menyampaikan bahwa gugatan tersebut diajukan karena ada dugaan bahwa penerbitan surat keputusan dilakukan dengan melanggar berbagai ketentuan hukum dan asas-asas umum pemerintahan yang baik yang berujung pada carut marutnya pengelolaan royalti musik di Indonesia.

"Menteri ini melanggar hukum prosedural dan juga hukum materiil yang seharusnya tidak boleh dilanggar," kata Marulam dalam keterangannya, Selasa, 18 Oktober 2022.

Marulam mengatakan, dalam pengajuan gugatan hukum, Komisioner LMKN Jilid 2 didampingi kuasa hukum yang tergabung dalam Koalisi Pembela Insan Musik Indonesia (KLaSIKA) yang terdiri dari Sabar Simamora, Fredrik J. Pinakunary, Iwan Sunaryoso, Wide Afriandy, dan Arman Priyo Prasojo.

Baca Juga: Turut Berduka! Istri Rio Alief Meninggal Dunia Karena Kanker

Tim kuasa hukum Komisioner LMKN Jilid 2 menyatakan Menteri Hukum dan HAM sebagai pejabat tata usaha negara dituntut bertanggungjawab atas akibat hukum yang ditimbulkan dari penerbitan objek sengketa tersebut, berupa pemberhentian Komisioner LMKN Jilid 2 tanpa penjelasan dan jauh dari kata cermat.

"Reputasi Komisioner LMKN Jilid 2 terlanjur rusak karena dipecat tanpa diadili oleh kementerian yang seharusnya mengedepankan hukum dan hak asasi manusia," kata Sabar Simamora.

Pelanggaran prosedur jelas dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM, sehingga pemberhentian Komisioner LMKN Jilid 2 telah dieksekusi secara sewenang-senang. Berdasarkan Permen 36 Tahun 2018, ada alasan-alasan yang tega dan jelas yang seharusnya diberikan Menteri Hukum dan HAM ketika hendak memberhentikan Komisoner LMKN Jilid 2 sebelum masa kerjanya berakhir.

Baca Juga: Usai Lesti Kejora Cabut Laporan KDRT, Rizky Billar Jalani Wajib Lapor

Dalam gugatan yang telah diajukan, Komisioner LMKN Jilid 2 meyakini adanya bentuk kesengajaan dalam bentuk "constructive fraud" terdiskripsikan dengan berbagai mislead atau deceive another.

Fakta membuktikan bahwa SK Pengangkatan Komisioner LMKN 2022-2025 tersebut telah dibuat dengan mengundang banyak pihak terkait, namun Komisioner LMKN Jilid 2 tidak pernah diundang untuk didengarkan penjelasan mereka.

Setelah Menteri Hukum dan HAM menerbitkan SK Pengangkatan Komisioner LMKN 2022-2025, Komisoner LMKN Jilid 2 pun mengirimkan Keberatan kepada yang bersangkutan sesuai dengan prosedur hukum yang harus dilaksanakan sehubungan dengan urusan administrasi pemerintahan, berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan.

Baca Juga: Mantap Ingin Cerai dari Reza Arap, Wendy Walters Sibuk Kerja dan Olahraga

Namun demikian, sangat disayangkan bahwa Menteri Hukum dan HAM selaku Pejabat TUN pun tak bergeming untuk melaksanakan kewajiban hukumnya sesuai dengan UU Administrasi Pemerintahan.

"Berdasarkan alasan-alasan itulah, para Komisioner LMKN Jilid 2 mengajukan gugatan agar PTUN mengeluarkan putusan yang menyatakan bahwa Menteri Hukum dan HAM telah melakukan pelanggaran hukum dan HAM, dan juga tidak memberikan pelayanan yang baik sesuai dengan ketentuan hukum dan yang tak kalah pentingnya adalah telah melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik," pungkasnya.***

Editor: Agnes Aflianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x