"Di SPT pajaknya Rp11,56 triliun, jadi perbedaannya Rp212 miliar, itu pun tetap dikejar. Dan kalau memang buktinya nyata, maka si perusahaan itu harus membayar plus denda 100 persen," ujarnya.
Kemudian yang menjadi sorotan yakni inisial PT IKS, pada rentang transaksi 2018-2019, dimana PPATK menunjukan data Rp4,8 triliun namun SPT atau surat pemberitahuannya hanya menunjukkan Rp3,5 triliun.
Baca Juga: Kemenag Gelar Sidang Isbat Hari Ini, Menentukan Awal Ramadhan 2023
Adapun sosok DY, dicurigai lantaran di dalam SPT hanya menyebutkan Rp38 miliar, padahal dalam data PPATK menunjukkan transaksi mencapai Rp8 triliun.
"Kemudian ada seorang namanya DY, yang SPT-nya hanya Rp38 miliar, tapi data PPATK menunjukkan transaksi Rp8 triliun," paparnya.
Menkeu menuturkan, atas perbedaan data ini menjadi amunisi bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan kepada yang bersangkutan.
Baca Juga: Rencana Menerapkan MLFF Dibutuhkan Regulasi dan Sosialisasi Pengelola Jalan Tol
"Perbedaan data ini kemudian dipakai oleh DJP memanggil yang bersangkutan," tegasnya.
Diketahui kemudian bahwa modus SB dalam melakukan kecurangan dengan cara menggunakan nomor rekening dari lima orang yang merupakan karyawannya.
"Ini termasuk transaksi ini disebut money changer , anda bisa bayangkan money changer yakni cash in sudah cash out (transaksi) orang," jelas Sri Mulyani.***