Gubernur Khofifah Perketat Syarat Pernikahan di Jatim

21 Januari 2021, 16:28 WIB
Gubernur Khofifah Siap Jadi Orang Pertama di Jatim yang DIvaksin /arahkata

ARAHKATA - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memperketat syarat pernikahan di Jatim. Syarat ini diberlakukan untuk menekan terjadinya pernikahan dini.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur, Andriyanto mengaku angka pernikahan anak di Jatim masih cukup tinggi.

Jika melihat data di Pengadilan Agama, sepanjang 2020 sebanyak ada 9.453 pasangan yang melakukan pernikahan dini atau di bawah usia sesuai amanah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Jumlah itu tergolong cukup tinggi yakni mencapai 4,97 persen dari total 197.068 pernikahan

Andriyanto menilai angka pernikahan tahun 2020 meningkat, jika dibandingkan pada 2019 yang hanya 3,29 persen. Meski demikian, jika dikalkulasi sebenarnya menurun. "Pada tahun 2019 angka pernikahan dini sebanyak 11.211 kasus dari total 340.613 perkawinan," kata Andriyanto, dikonfirmasi, Kamis 21 Januari 2021.


Andriyanto menyampaikan untuk menekan terjadinya pernikahan dini masih perlu ditekan lagi, Gubernur Khofifah membuat Surat Edaran Gubernur Jatim tentang pencegahan perkawinan anak sudah ditandatangani per 18 Januari 2021 lalu.

Baca Juga: Desy Ratnasari Kritisi Kejelasan Aspek Survei Karakter

"Diharapkan supaya pak bupati sama pak wali kota itu bisa melakukan langkah-langkah yang seperti di dalam surat edaran tersebut, terutama dalam rangka penurunan perkawinan anak," katanya.

Dalam Surat Edaran bernomor 474.14/810/109.5/2021 yang ditujukan bupati dan wali kota adalah memerintahkan atau mengajak semua stakeholder mulai kantor urusan agama (KUA), camat, lurah/kepala desa, ketua rukun tetangga (RT) hingga tokoh masyarakat bersama-sama mencegah pernikahan dini.

Kabupaten/kota tak memperkenankan perkawinan di bawah 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan. Kepala daerah diminta mensosialisasikan usia matang menikah yakni 25 tahun untuk laki-laki dan 21 tahun bagi perempuan.

"Kemudian menganjurkan bupati dan wali kota membuat komitmen untuk OPD melakukan pencegahan perkawinan anak," terangnya.

Selanjutnya menganjurkan, mendukung, mendorong, serta memfasilitasi kepada seluruh warga untuk dapat memenuhi pelaksanaan Program Wajib Belajar 12 tahun.

Baca Juga: Kangen Jepang? Gindago dan Chatime Hadirkan Menu Jepang Loh


Dalam Surat Edaran Gubernur Jatim juga tertuang pemerintah daerah untuk menyiapkan sarana prasarana pembentukan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA).

"Tugasnya untuk memberikan layanan konseling keluarga, dan sebagainya untuk mendorong masyarakat apabila terjadi perkawinan anak," tambahnya.

Poin lainnya yakni memfasilitasi dan mendorong pelaksanaan Sekolah Calon Pengantin bagi remaja yang akan melaksanakan pernikahan. Hal ini bertujuan agar calon pengantin mendapat ketrampilan dan pengetahuan persiapan kehidupan berumah tangga.

Terakhir yaitu mendorong masyarakat untuk aktif mencegah dan melaporkan jika terjadi perkawinan anak ke pengurus lingkungan RT dan RW. Selanjutnya diteruskan secara terstruktur ke jajaran Pemerintahan yang lebih tinggi ke kepala desa/lurah, camat, sampai bupati/wali kota.

"Surat edaran tersebut dalam keterangannya menyebutkan bahwa anak itu perlu kita lindungi. Anak juga perlu kita penuhi haknya, dan pada akhirnya perlu kita tingkatkan kualitas sumber daya manusia di Jawa Timur. Karena itu perlu dilakukan pencegahan," pungkasnya.

Editor: Mohammad Irawan

Tags

Terkini

Terpopuler