Jokowi Sibuk Berpolitik Praktis, Hendardi : Pencapaian Visi Misi Bernegara Makin Jauh

14 Juni 2022, 21:23 WIB
Ketua Setara Institute Hendardi /Setara Institute/

 

ARAHKATA – Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan, setelah orkestrasi kampanye 3 periode untuk jabatan presiden gagal atau tertunda, segera proses dan tahapan Pemilu 2024 akan dimulai.

Aktor-aktor politik akan terus berakrobat untuk memikat rakyat pemilih hingga hari pencoblosan tiba.

Ia menyebutkan aktor yang berakrobat itu bukan hanya elit politik di luar pemerintahan saja, tapi para menteri Kabinet Jokowi juga turut memainkan peran politik senada.

Baca Juga: Sekjen PDIP Hasto Sindir Parpol yang Ingin Bajak Kader Parpol Lain

Menurut dia, dalam waktu lebih kurang 2 tahun ke depan ini rakyat akan disuguhi sirkus politik yang nyaris tidak menyentuh kepentingan utama warga negara.

Di tahun politik seperti ini, kata Hendardi, seorang presiden sebagai pemimpin nasional yang dipilih langsung oleh rakyat tengah diuji integritasnya untuk tetap memimpin pencapaian misi bernegara.

Melindungi hak-hak warga negara, memajukan kesejahteraan rakyat, dan mencerdaskan kehidupan warga melalui berbagai program pembangunan yang telah dicanangkan.

Baca Juga: Survei: Ganjar Pranowo Selalu Unggul Dalam Simulasi Pasangan Capres 2024

"Sangat memprihatinkan ketika Presiden Jokowi justru menjadi sentrum kegaduhan politik yang mengganggu pencapaian misi bernegara," ujar Hendardi melalui keterangan tertulis yang diterima TheIndonesiaTimes, Selasa, 14 Juni 2022.

Ia mengatakan setelah melalui tangan para pembantunya menjajakan gagasan 3 periode, Jokowi aktif menghadiri acara-acara kebulatan tekad dari berbagai kalangan.

Pada intinya meletakkan Jokowi sebagai praktisi politik yang tidak mencerminkan sikap kenegarawanan.

Baca Juga: 7 Sekjen Parpol Non Parlemen Bertemu untuk Siapkan Poros Baru

"Jokowi bahkan tampak menikmati keriuhan yang digelar oleh Projo (relawan Pro Jokowi), HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia), bahkan di perayaan Hari Lahir Pancasila di NTT, dengan melempar berbagai term ‘ojo kesusu’, ‘ojo dumeh’ dan lain sebagainya," sebut Hendardi.

Menurut dia, obsesi Jokowi untuk menunjuk suksesor dirinya yang oleh sejumlah pihak diarahkan pada Ganjar Pranowo telah mengikis kewibawaan lembaga kepresidenan.

Apalagi, kata dia, calon suksesor itu belum teruji kepemimpinannya dalam menyejahterakan rakyat.

Baca Juga: Kelompok Separatis Mengancam Pancasila,  Serta Keselamatan Negara

"Justru di tengah kontestasi semacam ini presiden seharusnya menjadi 'solidarity maker', yang mengefektifkan kepemimpinan dan menjadi wasit yang adil," seru Hendardi.

Ia juga mengkhawatirkan jika kesibukan Jokowi menjalani profesi sebagai politikus akan mengakibatkan agenda-agenda pemerintahan Jokowi juga diabaikan oleh para menteri-menterinya.

Sementara kebijakan-kebijakan baru yang diatur dengan regulasi presiden seperti Inpres Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penanganan Kemiskinan Ekstrem, PP Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perubahan PP Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan, justru semakin menggambarkan paradoks kepemimpinannya (Jokowi).

Baca Juga: Jokowi Bantah Hubungannya dengan Megawati Renggang

"Program percepatan kemiskinan akan sulit dijalankan karena ego sektoral para menteri yang tidak bisa didisiplinkan oleh Jokowi," ujar Hendardi.

Selain itu, dia mengatakan, pendekatan penanganan kemiskinan juga sering berupa program kegiatan yang bersifat karitatif dalam bentuk bantuan-bantuan yang tidak akuntabel tanpa menyentuh aspek substantif akar kemiskinan, yakni ketidakadilan akses sumber daya, ketidakadilan akses atas tanah, ketidakadilan akses perbankan dan lain sebagainya.

Baca Juga: Diduga Lakukan Pencabulan, Anggota DPR Ini Dilaporkan ke Mabes Polri

Membatasi HAM

Sementara terkait PP Nomor 23 Tahun 2022, ujar Hendardi, salah satunya (oleh Jokowi) melarang direksi BUMN mencalonkan diri menjadi kepala daerah atau calon anggota legislatif.

"Presiden tidak memahami bahwa membatasi hak asasi manusia itu harus berdasarkan Undang-Undang," kata Hendardi.

Di sisi lain, sergahnya kemudian, justru Jokowi membiarkan para komisaris BUMN yang terus berpolitik.

Baca Juga: Wartawan Jurnal Sukabumi Dihajar Massa Saat Meliput di RSUD Palabuhanratu

Bahkan juga membiarkan Menteri BUMN terus menerus mempromosikan dirinya sebagai calon presiden dengan berbagai instrumen milik negara.

"Sementara Jokowi tidak berbuat apa-apa atas aspirasi yang menentang politisasi pengisian penjabat kepala daerah, agar sejalan dengan amanat Mahkamah Konstitusi," pungkas Hendardi.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Baca Juga: Kapolda Sumut Pimpin Langsung Gerebek Dua Lokasi Judi Tembak Ikan

Dalam PP tersebut, terdapat larangan bagi direksi BUMN untuk menjadi pengurus partai politik, calon kepala daerah, dan calon legislatif.

Dilansir dari salinan lembaran PP yang telah diunggah di laman resmi Sekretariat Presiden pada Senin, 13 Juni 2022, larangan itu tercantum pada Pasal 22 ayat 1 yang berbunyi

"Anggota Direksi dilarang menjadi pengurus partai politik dan/ atau calon/ anggota legislatif, calon kepala/wakil kepala daerah dan/atau kepala/wakil kepala daerah."

Baca Juga: Alumni NII: Marak Kampanye Khilafah Karena Regulasi Kurang Tegas

Selain itu, PP yang sama juga melarang anggota komisaris dan dewan pengawas BUMN menjadi pengurus parpol, caleg/anggota legislatif, calon kepala/wakil kepala daerah dan/atau kepala/wakil kepala daerah.

Aturan ini tercantum pada Pasal 55 Ayat (1) yang berbunyi "Anggota Komisaris dan Dewan Pengawas dilarang menjadi pengurus partai politik dan/atau calon/anggota legislatif, calon kepala/wakil kepala daerah dan/atau kepala/wakil kepala daerah."

Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai larangan anggota komisaris dan dewan pengawas diatur dalam peraturan menteri.***

Editor: Wijaya Kusnaryanto

Sumber: Setara Institute

Tags

Terkini

Terpopuler