Meninggalnya Aktor di Film Kamen Rider dan Fenomena Bunuh Diri di Jepang

- 22 November 2020, 13:31 WIB
Gambaran Seppuku dalam tradisi bunuh diri di Jepang, dan tangkapan poster film Kamen Rider OOO /wikipedia
Gambaran Seppuku dalam tradisi bunuh diri di Jepang, dan tangkapan poster film Kamen Rider OOO /wikipedia /Arahkata.com

ARAHKATA - Dunia hiburan Negeri Samurai berduka. Di mana salah satu aktor yang menjadi langganan di film Kamen Rider dikabarkan meninggal dunia beberapa waktu lalu. Akira Kubodera salah satu aktor stage play di usianya yang ke 43 tahun, harus meninggal dunia dengan caranya sendiri.

Dilaporkan dari NHK, Akira Kubodera meninggal dunia karena bunuh diri. Dia ditemukan di rumahnya dan langsung dibawa ke rumah sakit, namun Akieavtakbdapat bertahan, pihak rumah sakit mengumumkan Akira meninggal dunia.

Akira Kubodera merupakan aktor yang langganan bermain peran di Kamen Rider. Bukan hanya satu atau dua seri, Akira bermain di tiga seri Kamen Rider meskipun memang bukan peran utama dan biasanya peran yang disandang oleh Akira menjadi monster, musuh dari Kamen Rider.

Saat di seri Kamen Rider Blade, Akira mendapat peran sebagai Kanai yaitu King of Diamonds Undead, di Kamen Rider Kiva Akira berperan menjadi Warthog Fangire, dan di Kamen Rider OOO menjadi Doctor Fujita.

Baca Juga: Jakarta Diguyur Hujan Deras Disertai Angin dan Petir

Budaya atau Fenomena ?

Mengutip dari pandangan Ruth Benedict (1989 : 232), di dalam studi-studi antropologis mengenai berbagai kehidupan, suatu masyarakat yang menganut norma-norma moralitas yang nyata dan mengembangkannya dalam nurani oleh para pengikutnya adalah suatu kebudayaan rasa bersalah.

Budaya rasa bersalah inilah yang menjadi
pandangan hidup bagi masyarakat Jepang. Di dalam masyarakat Jepang, rasa
malu merupakan sanksi utama. Budaya rasa malu yang merupakan pandangan hidup
orang Jepang adalah budaya yang ditanamkan sejak kecil.

Rasa malu bagi masyarakat Jepang adalah mengutamakan penilaian dari masyarakat. Budaya malu ini sangat berperan besar dalam mengontrol dan mengendalikan pola hidup masyarakat Jepang. Budaya malu yang khas ini telah membentuk suatu pola tingkah laku yang memiliki karakteristik tersendiri dan berbeda dengan pola dalam masyarakat lainnya.

Baca Juga: Cuplikan : Pemeran The Penthouse Muncul di Running Man Episode 530

Setiap kali seorang Jepang membuat kesalahan fatal, karena malu ia akan
menghukum dirinya sendiri melalui melakukan meditasi dan kemudian melakukan perbaikan diri atau mengundurkan diri dari jabatan bahkan ada yang sampai
melakukan bunuh diri karena rasa malu.

Kebanyakan orang beranggapan bahwa Jepang merupakan negara dengan angka bunuh dirinya paling tinggi di dunia. Banyak istilah bahasa Jepang yang berhubungan dengan bunuh diri seperti harakiri, jibakutai, kamikaze, tokkoutai yang sering kita baca maupun dengar mulai dari film (juga anime), komik sampai dengan media yang lain, mungkin menjadi latar belakang penilaian.

Namun, sebenarnya jumlah orang yang bunuh diri di Jepang bukanlah yang terbanyak di dunia. Jepang menempati peringkat ke 6, yang bukan posisi teratas akan tetapi masuk dalam posisi 10 terburuk di dunia. Memang jika dibandingkan dengan negara-negara maju yang lain seperti Inggris, Amerika, Kanada, Perancis dll, posisi Jepang merupakan posisi yang terburuk.

Kasus bunuh diri di Jepang memang relatif lebih mudah diidentifikasi karena kebanyakan pelaku "biasanya" meninggalkan pesan yang mengisyaratkan baik secara langsung maupun tidak langsung bahwa mereka bunuh diri.

Baca Juga: Kota Bengkulu Diguncang Gempa M5,0 Warga Panik

Walaupun sejarah bunuh diri di Jepang cukup panjang karena tulisan mengenai bunuh diri sudah dapat ditemukan di Kojiki (buku tertua sejarah Jepang), namun bunuh diri terutama dengan cara harakiri atau seppuku (merobek perut) yang dipandang sebagai cara "terhormat" untuk menyatakan kebersihan diri sebenarnya baru mulai populer di era Edo (sekitar tahun 1600).

Tradisi Mengerikan

Harakiri atau bunuh diri sebagai hukuman, mulai populer di masa Kekaisaran Tokugawa pada zaman Edo (1600-1867). Umumnya, motif bunuh diri ketika itu adalah untuk memperlihatkan kesetiaan kepada majikan atau sebagai ungkapan rasa malu karena kekalahan dalam peperangan.

Cara bunuh diri atau harakiri yang umum ketika itu adalah dengan merobek perut atau seppuku. Ritual ini dilakukan dengan dua cara, ichimonji dan jumonji.

Ichimonji adalah merobek perut dengan jalan menusuk pedang ke bagian kiri, lalu menariknya ke sisi kanan. Sedangkan jumonji, menusukkan pedang ke ulu hati, kemudian menghelanya ke bawah sampai ke pusar. Cara ini kerap ditampilkan film-film Jepang yang menceritakan masa-masa kejayaan samurai.

Baca Juga: Tottenham Kandaskan Dominasi Manchester City Dua Gol Tanpa Balas

Seppuku tidak dilakukan dengan sederhana, ada persiapan khusus sebelum seseorang bunuh diri. Selain harus berpakain putih yang bersih, samurai yang akan bunuh diri akan disajikan makan enak sebelum upacara digelar.

Saat melakukan seppuku, seorang samurai akan dikawal algojo yang bertugas menebas batang leher si samurai bila ia tak sampai mati dalam aksinya.

Harakiri Masa Millenial

Walaupun erawodern sudah mendominasi masyarakat dunia, khusunya Jepang yang dikatrgorikan sebagai negara maju, motif warga Jepang bunuh diri belum bergeser, masih didominasi oleh prinsip kesetiaan serta rasa malu. Kalau di masa lalu setia pada majikan dan malu karena kalah perang, di masa modern kesetiaan itu beralih pada perusahaan serta malu jika namanya tercoreng.

Seperti dilakukan seorang pejabat tinggi salah satu anak perusahaan Nissho Iwai yang melompat dari jendela sebuah gedung pencakar langit. Kisah bunuh diri itu dimuat banyak media massa dan cukup menghebohkan.

Baca Juga: Kemenperin Nilai Peran Pelabuhan Sangat Penting Dalam Perdagangan Internasional

"Ini perusahaanku yang abadi," tulisnya pada secarik kertas yang dibawanya terjun. Orang Jepang memahami arti kata-kata itu sebagai sebuah tanda setia.

Pada 1982, seorang polisi di Provinsi Osaka juga bunuh diri. Ia dikabarkan malu karena sejumlah media massa membongkar kasus korupsi di lingkungan kepolisian Osaka. Padahal ia sama sekali tak punya sangkut paut dengan satu pun kasus korupsi itu, namun ia merasa ikut bertanggung jawab karena ia pernah menjabat sebagai kepala polisi Osaka.

Selain itu, ada pula bunuh diri yang dilakukan bersama-sama atau banyak orang. Misalnya di Provinsi Aichi, pernah tiga orang perempuan mencoba bunuh diri dengan terjun ke sungai. Dua orang tewas. Alasannya mereka tidak setuju pada sikap sekolah mereka dalam menggariskan cara bergaul.

 

Editor: Mohammad Irawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x