Bahaya Mikroplastik dalam Tubuh Manusia Belum Bisa Dibuktikan

17 Juni 2022, 11:43 WIB
Webinar “Mengenal Mikroplastik dan Dampaknya pada Lingkungan & Kesehatan” yang diselenggarakan AJI Jakarta, Kamis, 16 Juni 2022. /Tangkapan layar/AJI Jakarta

ARAHKATA - Mikroplastik dari hasil penelitian ilmiah sejumlah laboratorim Indonesia belum dapat membuktikan dampak kepada manusia.

Hingga kini belum ada satu negara pun yang bisa membuktikan sejauh mana mikroplastik itu membahayakan kesehatan manusia.

Hal itu yang membuat belum adanya satu regulasi pun yang menetapkan berapa batas aman mikroplastik ini di dalam tubuh sehingga bisa membahayakan kesehatan.

Baca Juga: Marsuki Jelaskan Pentingnya Belajar Pemograman dan SEO di Era Sekarang

Dalam Webinar “Mengenal Mikroplastik dan Dampaknya pada Lingkungan & Kesehatan” yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Kamis, 16 Juni 2022.

Peneliti mikroplastik yang juga Wakil Dekan Fakultas Teknologi Pangan Universitas Soegijapranata, Inneke Hantoro, mengatakan pemerintah di banyak negara belum bisa memberikan kepastian berapa standar mikroplastik yang boleh ada di dalam tubuh manusia.

Menurutnya, hal itu disebabkan banyaknya tingkat kesulitan untuk melakukan analisis mikroplastik ini.

Baca Juga: Segera Main! Free Fire Rilis Map Baru dan Mode Ranked di Bomb Squad 5v5

Dia mengatakan untuk menjawab apakah mikroplastik bisa disebut sebagai foor hazard atau memberikan bahaya pada kesehatan tubuh, yang harus dilakukan adalah risk assessment atau evaluasi risiko.

Berdasarkan Codex Alimentarius Commision (CAC), ada 4 tahapan untuk melakukan evaluasi resiko ini.

Pertama melakukan identifikasi hazard, dengan mengidentifikasi dulu keberadaan mikroplastik, faktor apa yang mendorong keberadaannya, karakternya bagaimana baik konsentrasinya, bentuk, ukuran, warna dan jenis polimernya.

Baca Juga: BKKBN: Stunting Penanda Buruknya Sumber Daya Manusia Suatu Bangsa

Kedua, membuat karakteristik bahayanya dengan mengujinya kepada hewan percobaan.

Ketiga, melakukan studi perkiraan paparan mikroplastik pada tubuh manusia sehingga bisa melakukan evaluasi resikonya.

Keempat, mengelompokkan risk assessment untuk menentukan apakah memang ada bahayanya pada manusia.

Baca Juga: Indonesia Raih Penghargaan Kependudukan dari UNPA

“Saat ini, penelitian mikroplastik ini baru ada pada tahap 1 dan 2, itupun masih banyak tantangannya. Jadi belum sampai kepada uji terhadap manusianya,” ujarnya.

Karenanya, terkait sudah berlimpahnya artikel yang bicara mengenai deteksi keberadaan mikro plastik di banyak produk, dia mengatakan semua itu tetap harus dikaji lebih jauh.

“Jadi, akan masih sangat sulit untuk melakukan penetapan standar aman dari mikroplastik itu. Seluruh dunia juga masih mengalami hal yang sama,” tukasnya.

Baca Juga: Presiden Jokowi Doakan Anggota HIPMI Jadi Konglomerat pada 2045

Di acara yang sama, Peneliti Pusat Riset Kimia Maju Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andreas, juga menyampaikan hal yang sama.

Dia juga menyampaikan sampai sekarang belum ada regulasi yang mengatur standar terkait dengan jumlah mikroplastik dalam satu produk pangan olahan.

“Karena, kalau dihitung sebagai jumlah itu tidak fair. Hal itu disebabkan dalam ada produk itu yang mungkin ada serpihan mikroplastiknya kecil-kecil dan jumlahnya 10, sedangkan produk lain serpihannya cuma satu tapi panjang. Itu kan tidak fair kalau dihitung dari jumlah mikro plastiknya. Jadi, tidak fair juga kalau jumlah itu dijadikan patokan,” tukasnya.

Baca Juga: Ketua MPR RI Bamsoet Optimistis Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 Berjalan Lancar

Karenanya, kata Andreas, negara-negara di dunia juga masih belum ada yang menentukan regulasi terkait dengan jumlah mikroplastik dalam satu produk pangan olahan.

Menurutnya, mikroplastik yang ukurannya terlalu kecil tidak bisa dilihat secara visual dengan mata, tapi harus menggunakan alat bantu misalnya mikroskop.

“Tetapi, itu kan baru terduga apakah memang betul itu material plastik. Nah, untuk bisa memastikan itu material plastik, harus dilakukan pengujian secara instrumentasi. Jadi, semakin banyak informasi yang dirangkum untuk memastikan sesuatu itu adalah mikroplastik, akan semakin meningkatkan validitas dalam kita memastikannya,” katanya.

Baca Juga: Waspada! Jakarta Urutan Teratas Kualitas Udara Terburuk di Dunia, Ini Penyebabnya

Dia juga mengakui BRIN hingga kini belum pernah melakukan penelitian dampak mikroplastik ini terhadap kesehatan manusia.

Pengamat Polimer Institut Teknologi Bandung (ITB), Zainal Abidin juga menegaskan bahwa dampak cemaran mikroplastik terhadap kesehatan manusia saat ini belum dapat dipastikan karena penemuan relatif baru dan butuh penelitian lebih lanjut.

Narasumber lainnya, Riris Marito, Koordinator Fungsi Industri Pengolahan Susu dan Minuman Lainnya Kemenperin, mengatakan riset terhadap mikroplastik ini memang penting dilakukan.

Baca Juga: Kompetensi Tenaga Kerja Hybrid Jadi Tren Pekerja Masa Depan

Namun, menurutnya, riset-riset itu juga perlu dikaji dan dipelajari apakah secara scientific evidence sudah memang betul mengganggu kesehatan.

Jika secara scientific evidence-nya itu memang terbuktikan, kata Riris, itu juga tidak bisa langsung diambil kesimpulan, tapi harus dikaji juga dari berbagai aspek.

“Karena, untuk regulasi ini kita kan tidak hanya menyimpulkan dari satu sisi. Jadi regulasi itu dibuat itu harus mempertimbangkan dari sisi ekonomi, daya saing, tenaga kerja, iklim usaha, dan juga kesehatan,” katanya.***

Editor: Wijaya Kusnaryanto

Sumber: AJI

Tags

Terkini

Terpopuler