Baca Juga: Ketua MPR RI Bamsoet Optimistis Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 Berjalan Lancar
Karenanya, kata Andreas, negara-negara di dunia juga masih belum ada yang menentukan regulasi terkait dengan jumlah mikroplastik dalam satu produk pangan olahan.
Menurutnya, mikroplastik yang ukurannya terlalu kecil tidak bisa dilihat secara visual dengan mata, tapi harus menggunakan alat bantu misalnya mikroskop.
“Tetapi, itu kan baru terduga apakah memang betul itu material plastik. Nah, untuk bisa memastikan itu material plastik, harus dilakukan pengujian secara instrumentasi. Jadi, semakin banyak informasi yang dirangkum untuk memastikan sesuatu itu adalah mikroplastik, akan semakin meningkatkan validitas dalam kita memastikannya,” katanya.
Baca Juga: Waspada! Jakarta Urutan Teratas Kualitas Udara Terburuk di Dunia, Ini Penyebabnya
Dia juga mengakui BRIN hingga kini belum pernah melakukan penelitian dampak mikroplastik ini terhadap kesehatan manusia.
Pengamat Polimer Institut Teknologi Bandung (ITB), Zainal Abidin juga menegaskan bahwa dampak cemaran mikroplastik terhadap kesehatan manusia saat ini belum dapat dipastikan karena penemuan relatif baru dan butuh penelitian lebih lanjut.
Narasumber lainnya, Riris Marito, Koordinator Fungsi Industri Pengolahan Susu dan Minuman Lainnya Kemenperin, mengatakan riset terhadap mikroplastik ini memang penting dilakukan.
Baca Juga: Kompetensi Tenaga Kerja Hybrid Jadi Tren Pekerja Masa Depan
Namun, menurutnya, riset-riset itu juga perlu dikaji dan dipelajari apakah secara scientific evidence sudah memang betul mengganggu kesehatan.
Jika secara scientific evidence-nya itu memang terbuktikan, kata Riris, itu juga tidak bisa langsung diambil kesimpulan, tapi harus dikaji juga dari berbagai aspek.
“Karena, untuk regulasi ini kita kan tidak hanya menyimpulkan dari satu sisi. Jadi regulasi itu dibuat itu harus mempertimbangkan dari sisi ekonomi, daya saing, tenaga kerja, iklim usaha, dan juga kesehatan,” katanya.***