Mempertanyakan Arah Kebijakan Kemendikbud

28 Januari 2021, 20:33 WIB
Ilustrasi pendidikan /Arahkata/

ARAHKATA - Komuniskasi sepertinya menjadi masalah bagi bangsa besar ini. Walaupun disebut-sebut sebagai bangsa yang menjunjung tinggi musyawarah, namun komunikasi seakan hanya dinilai sebagai jargon semata, tanpa adanya realisasi dari sebuah pernyataan yang dibuat.

Dalam dunia pendidikan, sosialisasi, komunikasi dan kolaborasi tentu menjadi hal harus dijunjung tinggi, terkait dengan pembelajaran yang diharapkan. Bahkan semua itu kini menjadi tantangan besar bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sejumlah isu yang muncul ke permukaan, dinyatakan adalah akibat dari tidak adanya sosialisasi dan komunikasi dari Kemdikbud, selaku pemegang keputusan tertinggi dalam masalah pendidikan Indonesia.

Salah satu contohnya adalah masalah Asesmen Nasional (AN) yang karena tidak adanya penjelasan dari Kemdikbud akhirnya menyebabkan kebingungan di masyarakat dan pelaku industri pendidikan.

Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji mempertanyakan urgensi dan substansi dari AN, yang membuat Kemdikbud ingin AN ini diberlakukan.

Penjelasan yang selama ini disampaikan oleh pejabat Kemdikbud dan menterinya adalah pemetaan atau alat ukur. Jadi kita bisa menilai bahwa Kemdikbud menganggap selama ini belum ada alat ukur terkait pendidikan Indonesia.

Baca Juga: Bukti Manajemen ASN Baik, Bupati Seto Diganjar Penghargaan Nasional

"Lalu yang ada sekarang ini, apakah bukan alat ukur? Padahal selama ini ada UN, PISA, Uji Kompetensi Guru, AKSI yang berubah menjadi AKM
Jadi kenapa kita sibuk bikin alat ukur baru, sementara hasil dari alat ukur yang lama tidak pernah dievaluasi," kata Indra, saat dihubungi, Kamis 28 Januari 2021.

Indra memaparkan, jika dianalogikan bahwa UN itu layaknya Rapid Test dan PISA itu sebagai PCR, maka saat hasil tes keduanya positif, yang perlu dilakukan adalah membawa yang positif itu ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.

"Anak Indonesia sudah dites, hasilnya reaktif saat di Rapid dan positif saat di PCR. Bukannya dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan tapi malah disuruh menunggu untuk persiapan alat ukur baru," ujarnya.

Lalu, Indra juga mempertanyakan bahwa apakah dengan adanya alat ukur baru ini, akan berdampak pada penciptaan generasi unggul Indonesia.

"Karena bukan alat ukurnya yang penting tapi perawatan dari hasil alat ukur yang ada," tandasnya.

Hal yang sama juga disampaikan Indra terkait komunikasi Kemdikbud memang lebih sering bersifat taklimat. Alias komunikasi satu arah yang bersifat pengarahan.

Baca Juga: Lebih 11.000 Liter Air Minum, Amatil Indonesia Donasi ke Korban Bencana Sumedang

"Kalau media saja susah mendapatkan berita tentang apa saja kegiatan dan penjelasan program Kemdikbud, bayangkan bagaimana nasibnya Kepala Sekolah, para guru, para peserta didik, dosen dan dinas pendidikan. Pasti tidak ada juga. Akhirnya menimbulkan kebingungan pada masyarakat," ucapnya.

Sekarang bermunculan bimbel atau try out AN yang dinyatakan Kemdikbud tidak perlu ada.

"Padahal kan semua itu muncul karena komunikasi tidak ada. Jadi tidak jelas. Semuanya bingung," ucapnya lagi.

Peta Jalan Pendidikan Belum Tuntas

Terkait dengan Peta Jalan Pendidikan, Indra menilai kebijakan tersebut sama. Artinya, pembuatan Peta Jalan Pendidikan hingga hari ini juga belum tertuntaskan.

"Membuat peta jalan itu belajar dari Go-jek. Diawali dengan titik jemput dimana, mau kemana baru bisa ditentukan biayanya berapa. Isinya harus seperti itu. Kita ada di titik mana, mau kemana. Baru ditentukan berapa lama kita membutuhkan waktu untuk sampai ke titik tujuan dan berapa biayanya. Dan didalamnya ada akses, mutu, Manajemen Sumber Daya, implementasi dan evaluasi," kata Indra.

Baca Juga: Potensi Cuaca Ekstrim Berpotensi Terjadi Sepekan Kedepan

Ia menyatakan tanpa adanya peta jalan maka tidak jelas pendidikan Indonesia ini ada dimana dan mau dibawa kemana.

"Yang ada sekarang tidak jelas. Kita dimana, mau dibawa kemana, anggaran berapa. Ini harusnya segera dibenahi. Atau teman-teman di Kemdikbud tidak mampu? Janjinya, enam bulan setelah dilantik akan jadi. Sekarang sudah setahun, tapi belum jadi juga," ujarnya tegas.

Kalau COVID-19 dijadikan alasan, harusnya lebih cepat lagi. Karena para pakar yang bisa dijadikan rujukan pembuatan peta jalan malah akan lebih mudah.

"Karena para pakar ini gak kemana-mana di masa pandemi sekarang. Jadi mudah kan untuk menghubungi mereka. Tapi kembali lagi, apakah mau untuk berkolaborasi dalam membuat peta jalan tersebut. Atau karena tidak mampu, akhirnya hanya diam di tempat," pungkasnya.

Editor: Mohammad Irawan

Tags

Terkini

Terpopuler