Kesejahteraan Guru Swasta di Madura Memprihatinkan

- 3 Maret 2021, 10:08 WIB
Anggota DPRD Jatim Mathur Husyairi ketika jaring aspirasi di Desa Pakandangan, Sumenep.
Anggota DPRD Jatim Mathur Husyairi ketika jaring aspirasi di Desa Pakandangan, Sumenep. /Adi Suprayitno/Arahkata

ARAHKATA - Kesejahteraan guru di Madura masih jauh dari harapan. Padahal guru sangat berperan dalam mencerdaskan anak bangsa.

Anggota DPRD Jawa Timur, Mathur Husyairi mengatakan, dalam serap aspirasi di Desa Pakandangan, Kecamatan Belutoh, Kabupaten Sumenep, warga sekitar mengeluhkan soal kesejahtreraan guru di sekolah swasta.

Selama ini guru sekolah swasta di Madura mulai tingkat MI hingga MA atau setingkat SMA/SMK gajinya sangat minim. Jika gaji berdasarkan SK Sukwan (sukarelawan), mereka digaji paling rendah Rp 300 ribu dan tertinggi Rp 900 ribu.

Baca Juga: Cara Daftar dan Syarat Dapat Kuota Gratis Kemendikbud 2021!

"Guru yang ada mulai tingkat MI hingga MA atau SMA dan SMK, mereka digaji berdasarkan SK kesukwan Rp 300 ribu, Rp 500 ribu paling tinggi Rp 800-900 ribu," kata Mathur, Selasa 2 Maret 2021.

Politisi asal Partai Bulan Bintang (PBB) itu menyebut guru SMA/SMK yang mendapatkan SK gubernur Jatim kesejahteraannya masih lumayan baik. Dimana gaji yang awalnya Rp 900 ribu, pada APBD Jatim 2021 dinaikkan menjadi Rp 1,2 juta.

"Ini yang mendapatkan SK gubernur. Yang kita pikirkan yang tidak mendapat SK ta. Ini jauh lebih banyak jumlahnya," ujarnya.

Baca Juga: Mendikbud Resmi Lanjutkan Bantuan Kuota Gratis di 2021

Anggota Komisi E DPRD Jatim itu menegaskan, kesejahteraan guru di pedalaman terutama sekolah swasta butuh perhatian. Ia menilai harus ada kolaborasi antara empat pemkab di Madura dan Pemprov Jatim untuk mencari solusi meningkatkan kesejahteraan. Salah satu upaya adalah mendata ulang guru-guru swasta.

"Kenapa dengan orang yang mengorbankan waktunya untuk mendidik anak bangsa kenapa tidak diopeni (diperhatikan, red), ini sesuatu cara berpikir yang salah," tuturnya.

Tak hanya kesejahteraan guru, selama ini alokasi Bantuan Operasi Sekolah (BOS) dan Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP) yang dianggarkan Pemprov Jatim juga masih jauh harapan kalangan penyelenggara pendidikan. Dimana alokasi per tahun hanya dianggarkan Rp 2,3-2,5 juta tiap murid. Padahal idealnya per tahun Rp 3,5 juta per murid.

Baca Juga: Ikatan Alumni Jerman kukuhkan Pengurus Divisi Eropa periode 2020-2023

Sementara di bidang kesehatan masyarakat menyampaikan nasib orang miskin yang tidak tercover dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Akibatnya sulit mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit secara gratis.

Mathur menjelaskan, untuk dapat mendapatkan pelayanan kesehatan gratis bisa dilakukan sesuai prosedur yang ditetapkan Undang-undang.

Mathur lantas mencontohkan di Bangkalan yang ia fasilitasi. Warga miskin bisa dibuatkan surat keterangan kesehatan yang dibuat diatas materai oleh kepala desa setempat. Kemudian dibawa ke Dinsos, dan Dinkes kabupaten. Kemudian ada tim verifikasi langsung ke rumah pasien.

Baca Juga: Uni Eropa Perkuat Kolaborasi dengan Universitas-Universitas di Indonesia

"Ketika sudah fix maka rumah sakit wajib melayaninya secara gratis. Saya juga harapkan ini berlaku di Sumenep seperti yang disampaikan salah satu kepala desa," pungkasnya.***

Editor: Ahmad Ahyar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x