Opsi Penyelesaian Tenaga Honorer dari Pemerintah Harus Dikaji Ulang

- 23 November 2022, 20:07 WIB
Yanuar Prihatin, Wakil Ketua Komisi II DPR RI
Yanuar Prihatin, Wakil Ketua Komisi II DPR RI /Agnes Aflianto/ARAHKATA

“Saya rasa kita harus mengambil sikap dulu tentang titik akhirnya yang mau kita capai seperti apa sehingga baru kita tarik mundur ke belakang. Database non ASN sudah ada, tapi kalau kita tidak punya formula yang menyeluruh dan komperhensif untuk akhir perjalanan ini, saya kira nanti berjalannya akan tambal sulam sebagaimana selama ini kita menangani tenaga honorer K1, K2 dan seterusnya,” kata Yanuar.

Baca Juga: DPR Minta KKP Perbanyak Program Kesejahteraan Bagi Nelayan Nusantara

Ia pun menyontohkan, seandainya tenaga non ASN tersebut diangkat seluruhnya maka akan menjumpai risiko yang cukup besar. Karena bukan hanya merubah legislasi, tetapi juga harus melihat dari sisi anggaran dan formula harusnya seperti apa, kemudian apakah cocok dengan kebutuhan.

“Jadi saya kira tidak bisa kita diskusikan sembarangan pada rapat malam ini, kita butuh waktu yang sangat khusus. Kemudian opsi diberhentikan seluruhnya, ini juga bukan pekerjaan ringan, ini pasti kita akan didemo setiap hari 24 jam. Atau opsi secara prioritas, itu juga harus didalami,” ujarnya.

Guru Honorer Tak Kunjung Usai

Pentingnya opsi dari menteri PAN RB untuk didalami, masih kata Yanuar, karena harus dilihat mana yang akan diprioritaskan terlebih dahulu mengingat tenaga horoer ASN ada dari berbagai sektor seperti tenaga pendidik, kesehatan, teknis, dan lainnya.

Baca Juga: Kepala BNPB: 151 Korban Gempa Cianjur Belum Ditemukan, Terus Dicari Hidup atau Mati

“Integrasi kita dengan berbagai sektor ini seperti ada yang putus pak. Contoh guru, menurut data masih kekurangan sekitar 430 ribuan dari kebutuhan. Ini data guru yang dimaksud yang ada di Kemendiknas, padahal guru eksistingnya ada juga guru yang ada di databasenya Kementerian Agama,” paparnya.

Mohon maaf pak,lanjutnya, saya ingin menyampaikan bahwa mereka juga guru. Di lapangan, guru-guru madrasah itu juga guru, sebulan mereka hanya terima gaji pak mungkin Rp100-Rp150 ribu dan itu bertahan hingga bertahun-tahun tetap mengajar.

“Ini menurut saya agak aneh pak menteri. Kenapa persoalan guru tidak pernah selesai, sementara kita punya kebijakan yang luar biasa hebat dengan dana pendidikan 20 persen dari APBN atau sekitar Rp500-Rp600 triliun,” ungkap Yanuar.

Halaman:

Editor: Agnes Aflianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah