Putusan MK Terkesan Dipaksakan, Yanuar Prihatin: Bukan Lagi Penjaga Konstitusi!

- 17 Oktober 2023, 22:09 WIB
Yanuar Prihatin, Wakil Ketua Komisi II DPR RI
Yanuar Prihatin, Wakil Ketua Komisi II DPR RI /Agnes Aflianto/ARAHKATA

ARAHKATA – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Yanuar Prihatin mengomentari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam memutus gugatan usia capres-cawapres yang menurutnya terkesan dipaksakan dan cenderung lebih kuat kepentingan politik dibanding supremasi hukum.

“Putusan MK ini terkesan sangat dipaksakan, seperti mencari celah untuk akomodir cawapres tertentu. Kepentingan politik terasa lebih kuat ketimbang supremasi hukum,” ungkapnya kepada Arahkata, Selasa 17 Februari 2023.

Putusan MK mengabulkan syarat pendaftaran capres-cawapres harus berusia minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi kabupaten/kota.

Baca Juga: MK Kabulkan Syarat Kepala Daerah, Gibran Bisa Maju Cawapres 2024

Hal demikian, menurut Yanuar tidak diatur dalam konstitusi, bahkan syarat-syarat lain pun bagi capres-cawapres tidak ditegaskan pula dalam konstitusi.

“Ini artinya, konstitusi menyerahkan semua soal ini kepada pembuat Undang-Undang, yaitu DPR dan Pemerintah,” ujar anggota dewan dari Dapil Jawa Barat X itu.

Lebih lanjut, Yanuar mengatakan, MK memang tetap mempertahankan usia 40 tahun bagi capres dan cawapres sebagaimana diatur dalam UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilu, namun dengan menambahkan alternatif sebagai norma baru menjadi jelas posisi MK bukan lagi penjaga konstitusi tapi sudah tergelincir dalam kompetisi politik.

Baca Juga: Mahfud MD: Kekuasaan Harus Dibatasi Jangan Abuse of Power Dalam Negara Demokrasi

“Pernah menduduki jabatan yang dipilih melalui pemiliihan umum dan pemilihan kepala daerah adalah norma baru yang tidak pernah diatur dalam UU Pemilu,” ujarnya.

Yanuar menambahkan, hal tersebut bentuk kreatiiftas berpikir yang kebablasan sehingga terkesan dipaksakan. Maka wajar saja tidak semua hakim MK menyetujui bulat putusan ini karena dianggap "aneh" dan "di luar nalar.”

“Empat hakim menolak, dan lima hakim setuju, kemudian dua hakim yang setuju itupun membatasi kepala daerah yang dimaksud hanya selevel gubernur, bukan bupati/walikota,” tuturnya.

MK, masih kata Yanuar, melampaui kewenangannya soal syarat capres-cawapres yang menjadi kewenangan pembuat Undang-Undang. Ini preseden buruk bagi kewibawaan dan kehormatan MK.

Baca Juga: Catat ASN Dilarang Like, Comment dan Share Medsos Capres, Ini Sanksi Bagi yang Melanggar

“Namun jangan lupa Putusan MK ini bersiifat final dan mengikat, sehingga tidak ada pilihan harus dilaksanakan. Hanya saja, putusan ini memerlukan revisi UU Pemilu untuk menjadi pedoman KPU dalam pendaftaran capres-cawapres,” cetusnya.

Yanuar pun menerangkan bahwa kemungkinan besar mekanisme perubahan UU Pemilu akan ditempuh melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) menginat waktu pendaftaran capres-cawapres tinggal beberapa hari saja.

“Sepanjang belum ada perubahan UU Pemilu, maka Putusan MK tersebut belum bisa dijadikan acuan. Maka, KPU sebaiknya tetap berpedoman pada UU yang masih berlaku,” pungkasnya.***

 

Editor: Agnes Aflianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah