Rokhmin Dahuri: Indonesia Memiliki Potensi Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya Terbesar

- 10 Februari 2021, 01:12 WIB
Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu Mimika
Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu Mimika /Karawangpost/KKP

Sementara itu, beberapa stok ikan telah ditangkap secara berlebihan di beberapa wilayah pesisir dan laut seperti Pantai Utara Jawa, Selat Malaka, dan Pantai Selatan Sulawesi.

"Pencemaran, perusakan ekosistem pesisir (misalnya bakau, terumbu karang, dan muara), dan hilangnya keanekaragaman hayati, terutama di kawasan pesisir yang padat penduduk atau industri (misalnya Medan, Batam, Pesisir Utara Jawa, dan pesisir Kabupaten Mimika, Papua), sudah berada pada level yang mengkhawatirkan,” kata Rokhmin Dahuri yang juga Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu.

Baca Juga: Sejauh Mana Pentingnya Perikanan Budidaya?

Rokhmin menambahkan, sektor kelautan dan perikanan telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi ketahanan pangan dan pembangunan pedesaan Indonesia dimana sejak 2009 hingga saat ini Indonesia telah menjadi penghasil ikan dan hasil perikanan terbesar kedua dunia (FAO, 2010; FAO, 2020).

"Seiring dengan permintaan ikan, produk ikan, dan jasa lingkungan ekosistem laut yang terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, maka peran sektor kelautan dan perikanan juga semakin penting dan strategis,” jelas Rokhmin.

“Indonesia memiliki potensi produksi perikanan tangkap dan budidaya terbesar, sekitar 115 juta metrik ton per tahun dan total produksi (pemanfaatan) hanya 22 juta metrik ton (20%) pada tahun 2019" tambahnya.

Baca Juga: Tetap Andalan, Pemerintah Diminta Fokus pada Industri Perikanan dan Kelautan

Melansir dari laman Monitor.co.id, langkah mitigasi yang harus dilakukan antara lain; perikanan tangkap (fishing activities): dari kapal penangkap ikan berbahan bakar fosil hingga kapal penangkap ikan bertenaga surya. Perikanan budidaya (akuakultur); pertama, dari bahan bakar fosil menjadi energi terbarukan (hijau) (misalnya matahari, angin, dan biofuel) untuk pengoperasian roda kayuh dan kebutuhan listrik lainnya di tambak udang atau ikan, dan kedua, mengembangkan budidaya alga dan nabati yang dapat menyerap CO2 (penyerap karbon).

“Contoh 100 ha tambak udang intensif di Buleleng, Pulau Bali Utara membutuhkan energi listrik 1,5 Mega Watt,” tandasnya.

Kemudian mewujudkan pelabuhan perikanan dan industri pengolahan ikan yang ramah lingkungan yakni nol emisi (menggunakan energi terbarukan), nol limbah, bersih, sehat, indah, dan efisien.

Halaman:

Editor: Ahmad Ahyar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah