Sebuah studi mengungkap bahwa penolakan sosial semacam ghosting dari siapa pun bisa mengaktifkan rasa sakit di otak yang sama parahnya dengan sakit fisik.
Psikolog Jennice Vilhauer menyebut ghosting sebagai sebuah bentuk silent treatment atau mengabaikan pasangan yang mirip dengan kekejaman emosional.
Lalu bagaimana mengatasinya?
Baca Juga: International Women's Day Jadi Trending di Twitter
Vilhauer menyarankan sebaiknya kita selektif dengan orang-orang yang ditemui saat akan berinteraksi. Ghosting akan semakin mudah dilakukan jika tidak berada di lingkaran teman yang sama.
Gili Freedman, orang yang meneliti bahasa penolakan di St. Mary's Collage of Maryland mengungkapkan bahwa ghosting sangat berkaitan dengan perasaan tentang masa depan bersama pasangan, atau apakah kita menganggap hubungan adalah 'satu-satunya'.
"Jika kamu bersama seseorang dan menyadari bahwa dia bukanlah orang yang tepat, kamu akan berpikir bahwa tidak ada gunanya berusaha, lalu kamu menghilang. Orang-orang ini percaya bahwa hubungan akan berhasil atau tidak," tuturnya.
Sebagian orang tampaknya berpikir bahwa ghosting dalam persahabatan lebih dapat diterima daripada hubungan romantis, terlepas dari takdir kepercayaan.
Jadi, jika kamu pernah mengalami ghosting dalam hubungan asmara, jangan pernah patah semangat.
Baca Juga: PSBB di DKI Jakarta Berakhir Hari Ini, Apakah Diperpanjang?