Kehilangan Artidjo Alkostar, Nasim Khan Sebut Ini Cambukan Pemberantasan Korupsi di Indonesia

28 Februari 2021, 23:38 WIB
Artidjo Alkostar /ARAHKATA/ANTARA/Akbar Nugroho Gumay

ARAHKATA - Kehilangan sosok hakim Agung yang kini menjadi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Artidjo Alkostar dirasakan bagi para pejabat negara, termasuk anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPR RI, Nasim Khan.

Nasim Khan dalam pesan singkatnya menyampaikan kepulangan Artidjo Alkostar menghadap Illahi merupakan kesedihan bangsa ini. Semoga kepulangan Artidjo Alkostar menghadap Allah SWT, dapat menjadi cambuk semangat pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Kita ditinggalkan oleh seorang tokoh penegak hukum yang penuh integritas penuh inspirasi dan penuh dedikasi. Penegak hukum asal Kabupaten Situbondo Artidjo Alkostar siang tadi wafat meninggalkan kita semua. Untuk itu, saya wewakili Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKB dan Nasim Khan Indonesia serta warga Situbondo turut berduka cita yang sedalam dalamnya atas wafatnya sang penegak hukum almarhum Artidjo Alkostar,” Ujar Nasir melalui pesan singkatnya, 28 Februari 2021.

Baca Juga: Firli Bahuri dan Mahfud MD Mengaku Kehilangan Sosok Artidjo Alkostar

Legislator PKB ini mengatakan sang penegak hukum yang lahir di Kabupaten Situbondo pada 22 Mei 1948 itu, menitih karirnya dalam dunia penagakan hukum sejak menyandang gelar sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) pada 1976.

“Semoga amal ibadah almarhum terima Allah SWT, dan keluarga yang ditinggalkannya tabah, Aamiin,” tuturnya.

Nasim Khan menjelaskan perjuangan mendiang Artidjo Alkostar dalam penegakan supremasi hukum di Indonesia tidak diragukan lagi dan patut di suritauladani oleh seluruh penagak hukum lainnya di bumi Nusantara ini.

“Sebagai masyarakat Kabupaten Situbondo dan anggota DPR RI Komisi VI dari Fraksi PKB, saya bangga dengan penegakan hukum yang pernah dilaksanakan almarhum. Beliau figur penegak hukum yang patut disuritauladani,” pungkasnya.

Seperti diberitakan, Artidjo sosok pria sederhana yang tidak silau akan tawaran harta para koruptor untuk diberikan putusan kasasi lebih rendah dibanding Pengadilan tingkat pertama maupun Banding.

Selama menjadi Hakim Agung Kamar Pidana 18 tahun sejak tahun 2000 ke 2018. Artidjo sering ditakuti oleh koruptor.

Mulai dari Mantan Anggota Partai Demokrat Angelina Sondakh, Mantan Bendahara Umum Nazaruddin, Mantan Ketua DPP Partai Demokrat sekaligus mantan komisioner KPU RI Annas Urbaningrum, kasus impor daging sapi oleh Mantan Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaq, dan Eks Ketua DPP Partai Golkar Setya Novanto. Dan Terpidana Stimulator Sim Djoko Soesilo. Sampai dua kali kasus suap Hakim Mahkamah Konstitusi berhasil dinaikan tahun sanksinya, yakni Akil Mochtar dan Patrialis Akbar.

Termasuk juga kasus pengusaha Artalyta Suryani alias Ayin. Ia menyuap Ketua Jaksa Penyidik Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) bernama Urip Tri Gunawan.

Ada juga kasus fenomenal lainnya, yakni Pollycarpus Budihari Priyatno mantan pillot Garuda Indonesia yang dituding membunuh aktivis HAM Munir pada 2005 lalu.

Semua pesakitan Komisi Pemberantasan Korupsi bertekuklutut dibuat Artidjo saat meminta Kasasi maupun Peninjauaan Kembali.

Hasilnya hukuman para terpidana KPK ini justru semakin tinggi ketimbang di tingkat banding atau putusan vonis di Pengadilan tingkat pertama.

Karir gemilang Artidjo setelah purna tugas menjadi Dewas KPK sudah dijalani sejak Jumat, 20 Desember 2019.

Sebagai Dewas KPK, Artidjo juga ditemani oleh sosok fenomenal jujur lainnya, seperti Hakim wanita dari Timur Albertina Ho. Albertina dianggap oleh ahli hukum lainnya, sama seperti Artidjo tiap kali ancama dibunuh, dan keluarganya dianiaya kerap kali dirasakan. Tapi tetap dua sosok ini tak gentar dengan ancaman pihak yang dirugikan atas amar putusan yang mereka buat itu.

Ada juga nama Dewas lainnya, yakni Syamsuddin Haris dan Harjono Mantan Hakim Konstitusi era Mahfud MD, dan Tumpak Hatorangan Panggabean.

Seperti diketahui bahwa meskipun bukan lulusan dari Perguruan Tinggi Negeri namun nama Artidjo menggema akan kecerdasannya dibidang hukum.

Di karir pertamanya, Artidjo pada tahun 1976, Artidjo menjadi dosen ilmu hukum pidana di FH UII Yogyakarta. Kemudian tahun 1981 ia menjadi Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta 1981-1983. Di tahun 1983 sampai 1989 Artidjo ia bekerja sebagai aktivis di Human Right Watch divisi Asia di New York selama 11 tahun.

Kemudian Artidjo pulang kampung ke Indonesia dan mendirikan kantor pengacara Artidjo and Associates menjelang tahun 2000.

Meskipun mendirikan kantor pengacara, namun Artidjo konstan untuk tidak membela koruptor saat itu. Dia lebih condong membantu kasus kriminal yang pro pada wong cilik.

Ambisi Artidjo untuk memerangi tindakan rakus pejabat dan menyengsarakan kaum papa semakin menggeliat saat ia mengikuti seleksi hakim karir di Mahkamah Agung di tahun 2000.

Artidjo kemudian diterima menjadi Hakim Agung Kamar Pidana selama 18 tahun.

Keputusan Panitia Seleksi (Pansel) Hakim Agung oleh Komisi III DPR saat itu lantaran sepak terjang Artidjo di bidang hukum yang sangat 'ngelotok'.

Sebab, setelah menempuh gelar Strata-1 nya di Fakultas Hukum UII Yogyakarta pada 1976, ia kembali mengambil Magister Hukumnya dengan title LLM di Universitas Northwestern,Chicago, Amerika Serikat pada tahun 2002.

Dalam karir Hakim Agungnya, ia berhasil menuntaskan sedikitnya 19.708 berkas kasus kasasi dan peninjauaan kembali.

Nantinya, dari informasi sesama rekan sejawatnya sebagai hakim karir, Mahfud MD menerangkan kepada wartawan, Artidjo bakal dikebumikan di tempat asal keluarganya di Situbondo.

"Beliau tidak dimakamkan di Jakarta. Sesuai dengan kesepakatan keluarga, beliau langsung dibawa ke Situbondo (Jawa Timur), " kata Mahfud MD di rumah duka Artidjo Alkostar di Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu, 28 Februari 2021.

Meninggalnya Artidjo tentu saja membuat dunia hukum menangis, seusai Artidjo purna dari tugas Hakim Agung, maraknya koruptor meminta pengampunan di tingkat kasasi dan peninjauan kembali meningkat, dua diantaranya adalah Nazaruddin dan Anas Urbaningrum.

Apalagi kini, saat Artidjo purnatugas dari hidup, para koruptor tentu saja bersorak gembira seolah mempengaruhi rupa KPK yang sudah ditinggal oleh Dewas kebanggaannya. ***


Editor: Agnes Aflianto

Tags

Terkini

Terpopuler