Eks Kades dan Bendahara di Kabupaten Majene Diduga Maling Uang Rakyat, Mark Up Anggaran Hingga Proyek Fiktif

1 Januari 2023, 19:41 WIB
Ilustrasi uang rupiah. pinjaman modal usaha dari Bank BRI Rp100 juta tanpa jaminan sangat mudah didapatkan UMKM. /Reuters/ Willy Kurniawan/

ARAHKATA - Mantan Kepala Desa (Kades) dan Bendahara di wilayah Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, diduga melakukan pencurian uang rakyat.

Keduanya diduga melakukan penggelapan dana desa di Desa Lombang, Kecamatan Malunda, Kabupaten Majene selama 3 tahun berturut-turut.

Kapolres Majene AKBP Febryanto Siagian mengatakan berkas perkara pelaku dugaan pencurian yang rakyat penggelapan dana Desa lombang di Majene itu telah lengkap dan dilimpahkan ke Kejari Majene.

Baca Juga: Habib Syakur Pesimis Pemerintah Hadirkan Keadilan di Kanjuruhan

Dalam kasus dugaan penggelapan dana desa tahun anggaran 2019 sampai 2021 tersebut, terdapat dua orang pelaku sebagai tersangka.

"Kedua pelaku tersebut diantaranya berinisial S (37) yang merupakan mantan Kepala Desa Lombang, dan MR yang sebelumnya menjabat sebagai mantan bendahara Desa Lombang," kata Febryanto Siagian, Sabtu, 31 Desember 2022.

Dia menyampaikan bahwa jika kedua pelaku melakukan penggelembungan anggaran atau mark up anggaran program menggunakan dana desa.

Baca Juga: Polda Metro Tiadakan Pelayanan SIM Saat Tahun Baru

Selain itu, para pelaku melakukan proyek fiktif menggunakan dana desa, serta tidak melakukan pembayaran dan penggajian kepada aparat desa.

Tidak hanya itu, mereka juga tidak mempertanggungjawabkan keuangan yang tidak lengkap dan membuat aksinya disorot

 "Akibat perbuatan pelaku menggelapkan dana desa mengakibatkan kerugian negara Rp423 juta," ujar Febryanto Siagian.

Baca Juga: Kapolri Minta Maaf Belum Sempurna Melayani Masyarakat

Sementara itu, dari tangan kedua pelaku, disita barang bukti berupa 108 dokumen dan surat terkait Desa Lombang beserta dua unit laptop.

Febryanto Siagian mengatakan, kedua tersangka tersebut dijerat dengan pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Pelaku terancam pidana paling singkat empat tahun penjara dan paling lama 20 tahun, serta denda Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar," ucapnya, dikutip ArahKata.com dari Antara, Minggu, 1 Januari 2023.

Baca Juga: PPMK Dicabut Varian BF.7 Mengintai, Bandara Soetta Siap Siaga

Pencurian uang rakyat dana desa masuk dalam tiga terbanyak kasus maling uang rakyat dalam pengelolaan keuangan, dan menjadi perhatian khusus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kepala Satgas 1 Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK Rino Haruno mengungkapkan hasil survei ternyata menunjukkan pencurian uang rakyat dana desa merupakan tiga kasus teratas dalam pengelolaan keuangan.

Hal itu terbukti dengan adanya 601 kasus pencurian uang rakyat yang melibatkan 686 tersangka berasal dari aparatur desa.

Baca Juga: Ekspansif, Wika Ekspor Perdana 72 Motor Listrik Gesits ke Nepal

“Dengan adanya program Desa Antikorupsi, diharapkan tidak ada lagi aparat desa yang terjerat tindak pidana korupsi," ucap Rino Haruno sosialisasi dan bimbingan teknis program Desa Antikorupsi di Kabupaten Purworejo di Ruang Arahiwang Setda, Rabu, 28 September 2022 lalu.

Menurutnya, persoalan banyaknya pencurian uang rakyat dana desa juga dipengaruhi oleh minimnya SDM yang belum mengetahui dan paham akan regulasi keuangan desa.

Oleh karena itu, Rino Haruno menilai dengan pemahaman antikorupsi diharapkan akan terbentuk budaya antikorupsi di tingka desa.

Baca Juga: TNI AD Akan Pertahankan Kepercayaan Publik Sesuai Perintah Presiden

Hal itu juga meningkatkan partisipasi masyarakat dalam megawasi penyelenggaraan pemerintahan desa mulai dari pelayanan, pembangunan, dan pioritas penggunaan dana desa.

"Sebenarnya masih banyak kepala desa yang ingin bekerja dengan baik, tetapi tidak mengetahui langkah-langkahnya," kata Rino Haruno.***

Editor: Wijaya Kusnaryanto

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler