Catatan OC Kaligis: Banyak Kejanggalan Benarkah Jessica Wongso Pembunuh Mirna?

- 15 Oktober 2023, 07:39 WIB
OC Kaligis.
OC Kaligis. /Antara Foto/Adityawarman/

5. Namun, ahli toksikologi yang dihadirkan keluarga mengatakan ada 0,2 mg/liter sianida yang ditemukan dalam lambungnya setelah 3 hari meninggal dunia. Sedangkan sianida baru bisa menyebabkan kematian bila dosisnya mencapai 50-176 mg,” kata Kaligis.

Sedangkan motif, menjadi kejanggalan keenam dimana motif Jessica Wongso dalam membunuh Mirna Salihin juga belum jelas sampai sekarang. “Ketujuh, Jessica Wongso tetap dinyatakan bersalah meskipun tanpa motif dan bukti konkrit dirinya membunuh Mirna Salihin. 8. Psikolog forensik, Reza Indragiri sempat mengatakan ada pihak tertentu yang mengintimidasi dan memberikan uang. 9. Yudi Wibowo, legal tim juga sempat menyinggung no money, no justice. 10. Ayah Mirna Salihin tuding Otto Hasibuan pakai uang untuk menghadapi kasus Jessica Wongso.

 Baca Juga: KPK: SYL Korupsi Miliaran Dipakai Bayar Cicilan Alphard Hingga Pergi Umroh

Kemudian, Edi Darmawan mengaku juga memakai uang tapi tidak banyak. 11. Wawancara dengan Jessica Wongso dalam film dokumenter tersebut dihentikan karena dinilai sudah terlalu dalam. ”Karena kejanggalan itu, netizen berbalik mencurigai peran ayah Mirna Salihin dalam Kasus Kopi Sianida yang menjerat Jessica Wongso”,” tukas Kaligis.

Berdasarkan keraguan, seharusnya berlaku azas In Dubio Pro Reo. Dalam keragu-raguan Jessica harus dibebaskan. Dicontohkannya, Archie Williams dihukum selama 37 tahun, karena  salah putusan hakim. Dia diselamatkan oleh Innocent Project. Sayangnya Indonesia sebagai Negara Hukum, belum ada yang peduli untuk mendirikan Innocent Project. Di Indonesia, wawancara Jessica pun  dilarang Kalapas dengan alasan bahwa Jessica masih  dalam taraf  pembinaan.

“Bukankah hak bicara yang adalah hak perdata Jessica, harus tetap melekat pada dirinya sebagai hak asasi yang bersangkutan. Vonis hakim tidak pernah melarang Jessica untuk berbicara didepan media. Saya yakin bahwa di Indonesia pun telah terjadi salah vonis, seperti misalnya kasus eksekusi mati Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu. Fabianus Tibo adalah seorang buta huruf yang tidak pernah punya massa. Di saat keributan, Tibo dan kawan kawan melarikan diri dan bersembunyi di biara. Adalah Kapolda Oegroseno yang menolak eksekusi mati, karena pemeriksaan lanjutan bukti bukti dan saksi saksi yang lagi berjalan, membuktikan bahwa di tempus dan lokus Delikti, Tibo dan kawan kawan tidak berada ditempat kejadian. Melalui vonis mati Tibo Cs. dan kawan kawan, pemeriksaan lanjutan dihentikan, tanpa adanya berita lanjutan,” papar Kaligis.

 Baca Juga: Kunjungan Tatap Muka di Rutan Depok Ditiadakan, Kok Bisa?

Bukan saja di Indonesia terjadi vonis keliru seperti misalnya dalam kasus Sengkon dan Karta. Didunia hukumpun terjadi hal yang sama. Contohnya antara lain kasus Lindy Chamberlain yang dihukum seumur hidup dengan tuduhan membunuh anaknya Azaria di tahun 1982.

Tahun 1988 Lindy dibebaskan berdasarkan putusan Pemerintah dan Royal Commission Australia. Kasus Robert Balltovich di Canada yang tahun 1992 dihukum seumur hidup. Tahun 1995  pembunuh sebenarnya bernama Paul Bernardo ditemukan sebagai pelaku sebenarnya. Akhirnya Robert dibebaskan. 

Dan masih banyak kasus kasus salah vonis lainnya. (Vide disertasi saya berjudul Perlindungan Hukum atas hak asasi tersangka, terdakwa dan terpidana halaman 229 sampai  232). ***

Halaman:

Editor: Wijaya Kusnaryanto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah