Penutupan kedua dewan tersebut diumumkan ketika pemerintah Taliban mengumumkan anggaran tahunan pertamanya.
"Departemen-departemen ini dianggap tidak perlu, sehingga dibubarkan. Namun, jika diperlukan di kemudian hari, mereka dapat kembali beroperasi," kata Samangani.
Baca Juga: Polisi Israel dan Warga Palestina Bentrok di Pemakaman, Berikut Kronologi Kejadiannya!
Taliban menghadapi defisit keuangan sekitar US$500 juta Rp7,3 triliun yang hampir seluruhnya bergantung pada bantuan asing.
Direktur asosiasi hak-hak perempuan Human Rights Watch (HRW) Heather Barr mengatakan partainya terkejut ketika Afghanistan menutup komisi hak asasi manusia.
"Ini sangat penting, agar pihak manapun memiliki tempat untuk meminta bantuan dan mendapatkan keadilan," katanya melalui Twitter.
Baca Juga: Presiden Jokowi Sambangi Dua Pasar di Bogor untuk Cek Harga Minyak Goreng
Sebelumnya, Taliban menjanjikan adanya aturan yang lebih lunak daripada era pemerintahan rezim antara 1996 hingga 2001.
Namun realita menunjukkan semakin mengikis kebebasan sebagian besar warga Afghanistan, terutama wanita, yang dibatasi untuk belajar, bekerja, dan berpakaian.***