Pemerintah Targetkan Tahun 2040 Pesisir dan Laut Indonesia Bebas Sampah Plastik

- 25 Februari 2021, 08:26 WIB
Pemulung sedang memunguti sampah plastik yang menepi di Pantai Kuta
Pemulung sedang memunguti sampah plastik yang menepi di Pantai Kuta /Denpasar Update

Plastik fleksibel, seperti lembaran plastik, tas, dan kemasan dapat menyebabkan penyumbatan dan infeksi usus. Terkadang hal ini berujung pada kematian terutama spesies cetacea (seperti paus dan lumba-lumba) dan kura-kura.

Sampah plastik di lautan juga menjadi masalah bagi Indonesia. Kita tentu masih ingat dengan penemuan bangkai paus sperma (Physeter macrocephalus) di perairan Pulau Kapota, Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara, 18 November 2018.

Baca Juga: Kejar Target, Vaksinasi Nasional Harus Rampung

Bangkai ikan bernama lain paus kepala kotak itu kemudian dinekropsi. Hasilnya sungguh mengejutkan karena dari dalam perutnya ditemukan ratusan sampah plastik berbagai jenis seberat total 5,9 kilogram.

Sampah-sampah tadi di antaranya sebanyak 1.000 potong tali rapia, gelas plastik bekas air minum dalam kemasan (AMDK) ukuran 350 mililiter (115 buah), dan kantung plastik (25 buah).

Terdapat pula sepasang sendal jepit ditemukan di dalam perut bangkai paus sperma berukuran tubuh hampir 10 meter itu.

Baca Juga: IPMA 2021: Pikiran Rakyat Sabet Gold Winner Kategori Surat Kabar Harian Regional Jawa Terbaik

Temuan itu menunjukkan betapa bahayanya dampak sampah plastik hingga menyebabkan kematian seekor paus sperma, salah satu mamalia air terbesar di Bumi.

Temuan tadi sejalan dengan hasil penelitian World Wild Fund (WWF) Indonesia yang menyebutkan sebanyak 25 persen spesies ikan laut telah mengandung bahan mikroplastik. Tentu saja bahan tersebut berasal dari sampah plastik di lautan.

Mikroplastik adalah partikel plastik berukuran kurang dari 5 mm dan dapat dikonsumsi plankton, salah satu makanan utama ikan.

Halaman:

Editor: Ahmad Ahyar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x