SETARA Institute: Pemerintah Tersandera Politisasi Identitas, Kasus Patung Bunda Maria Ditutup Terpal di DIY

- 24 Maret 2023, 19:54 WIB
Patung Bunda Maria milik Rumah Doa Sasana Adhi Rasa St. Yacobus, di Dukuh Degolan, Bumirejo, Lendah, Kulon Progo, DIY tengah ditutup menggunakan terpal berwarna biru.
Patung Bunda Maria milik Rumah Doa Sasana Adhi Rasa St. Yacobus, di Dukuh Degolan, Bumirejo, Lendah, Kulon Progo, DIY tengah ditutup menggunakan terpal berwarna biru. /

ARAHKATA – SETARA Institute mengungkapkan bahwa dalam sepekan ini telah terjadi beberapa eskalasi intoleransi.

Salah satu yang mencolok dan viral adalah penutupan Patung Bunda Maria dengan terpal biru di Sasana Adhi Rasa “Santo Yakobus”, di Pedukuhan Degolan, Kalurahan Bumirejo, Kapanewon Lendah, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pada Rabu, 22 Maret 2023.

Wakil Dewan Nasional SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan, kasus-kasus intoleransi dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas agama sudah mengalami eskalasi sejak awal tahun 2023.

Baca Juga: Komisi I DPR Apresiasi Bentuk Kasih Sayang KASAD Jederal Dudung Bantu Pengobatan Penderita Lumpuh Zaki Mobarok

Terkait eskalasi intoleransi tersebut, menurut Bonar Tigor Naipospos, Presiden Joko Widodo telah menyampaikan arahan agar Pemerintah Daerah (Pemda) dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) menjamin hak beragama dan beribadah bagi seluruh warga negara sesuai jaminan UUD NRI Tahun 1945.

Hal itu disampaikan Presiden Joko Widodo pada kegiatan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepala Daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) se-Indonesia Tahun 2023, di Sentul International Convention Centre (SICC), Sentul, Jawa Barat, pada Selasa, 17 Januari 2023 lalu.

"Pada kenyataannya, Pemda dan Forkopimda membangkang dan mengabaikan arahan Presiden, dan beberapa kasus terjadi di Kabupaten Sintang, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Malang, Kota Lampung, Kabupaten Bogor, dan lain sebagainya," tegas Bonar Tigor Naipospos melalui siaran pers yang diterima ArahKata.com pada Jumat, 24 Maret 2023.

Baca Juga: Duet Ganjar Pranowo-Prabowo Subianto Sangat Realistis Menangi Pilpres 2024

Berkenaan dengan dinamika tersebut, sambung Bonar Tigor Naipospos, SETARA Institute menyampaikan beberapa pernyataan sikapnya.

Pertama, SETARA Institute mengecam aksi-aksi intoleransi tersebut, terkhusus aksi penutupan Patung Bunda Maria di Kapanewon Lendah yang didesak oleh kelompok intoleran.

Meskipun pada perkembangannya, pihak Polres Kulon Progo mengklarifikasi bahwa terjadi kesalahan dari anggota kepolisian yang melaporkan kegiatan di lapangan mengenai desakan ormas itu, namun publik sulit untuk percaya pada klarifikasi pihak kepolisian bahwa penutupan itu bersifat sukarela, tanpa ada desakan dari pihak luar.

Baca Juga: Temui Persatuan Korban Proyek Istaka Karya, Ketua MPR RI Dorong Swasta Terlibat Proyek Infrastruktur

"Dalam konteks tersebut, SETARA Institute mendorong aparat pemerintah, termasuk aparat keamanan untuk tidak tunduk pada kelompok-kelompok intoleran," ujar Bonar Tigor Naipospos.

Kedua, dalam analisis SETARA Institute, terlihat mencolok upaya konsolidasi kelompok-kelompok intoleran dan mobilisasi mereka untuk menghimpun sentimen pemilih mayoritas dengan menekan kelompok-kelompok minoritas.

Kecenderungan tersebut tampak dalam eskalasi pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) belakangan ini. Konsolidasi tersebut bisa dilihat dari upaya politisasi keikutsertaan Timnas Israel dalam gelaran Piala Dunia U-20 di Indonesia pada Mei mendatang.

Baca Juga: Ahmad Sahroni: Pengakuan PPATK Karena 349 Triliun Republik ini Hampir Pecah!

"Hal itu tampak juga dalam aksi-aksi serupa, seperti aksi Koalisi Palembang Darussalam, yang direncanakan hari ini 24 Maret 2023 di Gereja Katedral Santa Maria Palembang, yang menolak kedatangan Duta Besar Vatikan ke Palembang dengan alasan Palembang adalah daerah mayoritas Muslim," ujar Bonar Tigor Naipospos.

Ketiga, SETARA Institute mendesak agar pemerintah daerah dan pemerintah pusat memastikan untuk tetap tegak lurus dengan jaminan konstitusional UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Tahun politik tidak boleh dijadikan sebagai alasan oleh pemerintah untuk tidak hadir dalam kasus-kasus intoleransi.

Baca Juga: Gaya Kepemimpinan KASAD Yang Cintai Prajuritnya Mendapat Atensi Positif dari PBNU

Stabilitas di tahun politik bukanlah alasan yang dapat dibenarkan (valid and permittable) untuk melakukan pembatasan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, dan mendesak minoritas untuk tunduk pada tekanan kelompok yang mengaku sebagai representasi kelompok yang lebih banyak.

"Namun, pemerintah pada kenyataannya tersandera politisasi identitas agama, sehingga tidak berani mengambil tindakan presisi," tegas Bonar Tigor Naipospos.

Oleh karena itu, sergahnya kemudian, dalam pandangan SETARA Institute pada kasus-kasus pelanggaran KBB yang mengalami eskalasi sejak awal 2023, pemerintah tidak boleh canggung dalam melakukan penegakan hukum secara presisi dengan tujuan menjamin keadilan bagi korban dan memberikan efek jera bagi pelaku.

Baca Juga: Komisi I DPR Nilai Kunjungan KSAD Dudung ke Brunei Sangat Strategis untuk Perkuat Ketahanan ASEAN

"Impunitas semper ad deteriora invitat. Ketiadaan penegakan hukum akan mengundang kejahatan lain," pungkas Bonar Tigor Naipospos.

Pengurusan Izin Rumah Doa Sasana Adhi Rasa

Sementara itu, Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Kulon Progo, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Muharomah Fajarini menegaskan, tidak ada tekanan ormas pada penutupan patung Bunda Maria di Sasana Adhi Rasa “Santo Yakobus”.

Baca Juga: Tunggu Mbak Puan di Gerbang DPR, Aksi Tenda Perempuan PRT Hari Ke III

AKBP Muharomah mengatakan, kehadiran ormas tidak melakukan tindakan apapun, apalagi mendesak untuk menutup patung Bunda Maria dengan terpal. Menurutnya, ormas tersebut ketika itu hanya membawa aspirasi warga.

“Tidak ada tekanan yang kemudian memaksa menutup patung Bunda Maria apalagi dengan terpal,” kata AKBP Muharomah.

Dia menambahkan, penutupan patung itu sendiri murni inisiatif dari pemilik rumah doa. Polisi bahkan sudah mengontak pemiliknya yang berdomisili di Jakarta, untuk memastikan kebenaran inisiatif tersebut. Bahkan, terpal didatangkan dari Jakarta.

Baca Juga: NU Apresiasi Gerak Cepat KSAD Dudung Tinjau Lokasi Kebakaran Dipo Pertamina Plumpang

“Memang itu inisiatif dari beliau sendiri (pemilik rumah doa),” ujar AKBP Muharomah.

Di lain sisi, pihak keluarga pemilik rumah doa tersebut saat ini sedang mengurus perizinan Sasana Adhi Rasa. Sasana Adhi Rasa terbangun sebagai rumah doa, dan sejumlah perizinannya tengah diurus. Kerabat dekat pemilik Sasana Adhi Rasa, Sutarno, saat ini sedang mengurus berbagai izin tersebut.

“Saya (mau) menuntaskan masalah izin-izin. Rumah doa itu kan harus ada izin, dari paroki, dari kevikepan, Kemenag (kementerian agama) juga harus ada. Tadi malam sudah dirembug,” kata Sutarno.***

Editor: Wijaya Kusnaryanto

Sumber: Setara Institute


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x