P2G Sikapi Wacana Pemerintah yang Tidak Merekrut Lagi Guru PNS Mulai 2021

30 Desember 2020, 23:57 WIB
Ilustrasi kerja guru. /Pexels/christina morillo/

ARAHKATA - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyayangkan keputusan pemerintah pusat dalam hal ini Kepala BKN dan Kemenpan RB, yang kabarnya tidak akan merekrut lagi guru PNS mulai 2021.

"Bagi kami para guru, keputusan ini adalah bentuk kado prank akhir tahun yang membuat para guru sedih di penghujung 2020," ucap Satriwan Salim, Koordinator Nasional P2G.

Guru SMA ini melanjutkan, keputusan tidak merekrut guru PNS jika hanya berlaku untuk formasi tahun 2021, mungkin masih bisa diterima. Sebab era Presiden Jokowi sebelumnya juga pernah dilakukan moratorium terhadap penerimaan PNS, yang kemudian dibuka kembali 2018.

Baca Juga: Perhimpunan Guru Berikan Nilai untuk Kinerja Mendikbud 2020, Cek Detailnya !

Tapi jika keputusan tersebut bersifat permanen, dimulai 2021 sampai tahun-tahun berikutnya negara tak lagi membuka rekrutmen Guru PNS, di sini letak masalahnya. Ada 5 (lima) alasan pokok untuk menolak keputusan yang dirasa sangat tidak berkeadilan ini.

Pertama, keputusan tersebut jelas-jelas melukai hati para guru honorer, calon guru yang sedang berkuliah di kampus keguruan atau disebut Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), dan orang tua mereka. Mengapa demikian? Sebab ratusan ribu mahasiswa LPTK bercita-cita menjadi guru PNS dalam rangka memperbaiki ekonomi keluarga, dan meningkatkan harkat martabat keluarga.

"Pemerintah jangan pura-pura tidak tahu, fakta tentang tingginya animo anak-anak bangsa menjadi guru PNS. Apalagi para guru honorer, yang sudah mengabdi lama di sekolah, mendidik anak bangsa di seantero negeri. Mereka bermimpi menjadi guru PNS agar kesejahteraan hidupnya meningkat dan terjamin oleh negara," ungkap Satriwan melalui keterangan pers pada Rabu, 30 Desember 2020.

Baca Juga: LTMPT Sebar Info Kuota Siswa Layak Daftar SNMPTN 2021, Begini Cara Ceknya !

Satriwan melanjutkan, keputusan ini akan memadamkan nyala api semangat guru honorer. Cita-cita mereka tak terlalu muluk-muluk, misalnya ingin jadi pejabat atau komisaris BUMN. Impian mereka sederhana, hanya menjadi guru PNS yang mengabdi untuk pendidikan nasional. Mengapa negara justru memupus harapan tersebut?

Kedua, keputusan ini berpotensi menyalahi UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Dijelaskan dalam UU tersebut, bahwa ada dua (2) macam kategori ASN: (1) Pegawai Negeri Sipil dan (2) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Jika pemerintah pusat hanya membuka P3K, maka bagaimana dengan status PNS. Sebab UU memerintahkan ada 2 jenis ASN yang mengabdi kepada negara.

P2G mempertanyakan, mengapa hanya profesi guru yang tidak dibuka rekrutmen PNS? Sedangkan profesi lain seperti dosen, analis kebijakan, dan dokter masih dibuka lowongan PNS-nya. Ini keputusan yang sangat tidak berkeadilan dan melukai para guru honorer dan calon guru.

Baca Juga: Covid19 Masih Tinggi, Yogyakarta Lanjutkan Belajar Daring di 2021

Ketiga, ditambahkan Iman Z. Haeri selaku Kabid Advokasi Guru P2G selain berpotensi menyalahi UU ASN, P2G menilai ada dugaan kuat pemerintah pusat ingin lepas tanggung jawab dari kewajiban untuk mensejahterakan guru.

"Kita semua tahu, dimana-dimana guru PNS itu relatif lebih sejahtera ketimbang guru honorer. Mana ada guru PNS bergaji 500-800 ribu perbulan, seperti yang dialami guru honorer bertahun-tahun. Ya jelas saja, para guru honorer dan calon guru bermimpi menjadi PNS sebab kesejahteraan dan masa tuanya dijamin negara," imbuh Iman.

Iman melanjutkan, kedudukan dan formasi termasuk jaminan kesejahteraan guru P3K ini belum jelas.

"Apalagi sifatnya kontrak dengan pemerintah. Misalkan, guru P3K dikontrak 4-5 tahun di sekolah di bawah satu Pemda. Setelah itu, ya mereka selesai kontraknya, di-PHK dan tidak dapat pensiunan dari negara," beber Iman yang merupakan guru honorer SMA.

Baca Juga: Menyongsong Tahun 2021 dengan Gaya Hidup Minim Sampah, Siap Mencoba?

Apalagi mengingat perlakuan negara dalam seleksi Guru P3K juga diskriminatif. Lihat saja fakta seleksi P3K tahun 2019, hingga sekarang guru honorer yang lulus seleksi P3K belum kunjung dapat NIP dan gaji dari negara. Ada kekhawatiran ke depan nanti, perlakukan kepada guru P3K masih akan sama.

Keempat, keputusan pemerintah ini bertolak-belakang dengan kondisi kekurangan guru secara nasional yang tengah dialami Indonesia. Merujuk data Kemdikbud (2020), sampai 2024 Indonesia kekurangan guru PNS di sekolah negeri sampai 1,3 juta orang.

Kemudian ditambahkan Ketua Umum Forum Guru Honorer Bersertifikasi Sekolah Negeri (FGHBSN) Rizki Safari Rakhmat, bahwa Indonesia darurat guru PNS, kekurangan guru PNS tiap tahunnya. Ketersediaan guru PNS saat ini 60% yang terdapat pada sistem Dapodik Kemendikbud. Ditambah lagi dari tahun 2020 s.d 2024 sebanyak 364.814 Guru PNS yang pensiun.

Baca Juga: Simak Cara Daftar Bantuan Sosial Kemensos yang Cair 5 Januari 2021

Rizki mengungkapkan, keberlangsungan pendidikan sebagian besar dijalankan guru-guru honorer di sekolah negeri. Ada sedikit harapan ketika moratorium CPNS dicabut pada tahun 2018, kemudian seleksi CPNS berjalan dari tahun 2018 s.d 2019.

"Para guru non PNS berlomba-lomba mengikuti seleksi CPNS dalam 2 tahun terakhir. Tapi harapan tersebut akan pupus pada 2021," sesal guru honorer di Kota Bandung ini.

Kelima, Keputusan ini akan menabung masalah atas kekurangan guru secara nasional tadi. Kekurangan guru PNS kita tak akan bisa tertutupi sampai kapanpun, sebab guru P3K ini kan waktu pengabdiannya terbatas 5 tahun saja misalnya. Tidak sampai usia pensiun seperti guru PNS hingga 60 tahun.

Baca Juga: Polda Metro Jaya Tetapkan Gisel sebagai Tersangka Kasus Video Mesum

"Dan ini berpotensi menganganggu keberlangsungan pendidikan nasional kita,"  jelas Agus Setiawan selaku Kabid Kajian Kebijakan Guru P2G.

Agus yang merupakan guru Pendidikan Agama ini khawatir jika kebijakan di Kementerian Agama juga akan sama. Padahal yang ia ketahui sosok Menteri Agama, Gus Yaqut adalah orang tua bagi guru-guru agama dan madrasah se-Indonesia.

"Sedangkan Mendikbud, Mas Nadiem Makarim adalah orang tua bagi guru sekolah umum se-Indonesia. Sangat disayangkan, jika dua kementerian ini justru tidak berpihak kepada guru dengan menyetujui kebijakan diskriminatif tersebut, pungkas Agus.***

Editor: Mohammad Irawan

Terkini

Terpopuler