Ketika Ahli Tanaman Bakau Berbicara tentang Orang Utan

13 Maret 2023, 21:11 WIB
Para pembicara diskusi habitat Orang Utan Dr. Jito Sugardjito, Dr. Barita O. Manullang dan Yokyok Hadiprakarsa dan dipimpin oleh Didik Prasetyo, PhD. /Dok Humas/ARAHKATA

ARAHKATA – Polemik seputar PLTA Batang Toru dan Orang Utan Tapanuli terus bergulir di tahun 2023 ini, walaupun pada tahun 2020 lalu.

Sebuah studi bernama Managing the Potential Threats of Tapanuli Orang Utan (Pongo Tapanuliensis) telah dilakukan oleh Tim Universitas Nasional (UNAS) yang melibatkan sejumlah ahli orang utan dan pakar biodiversitas.

Antara lain: Dr. Jito Sugardjito, Dr. Barita O. Manullang dan Yokyok Hadiprakarsa dan dipimpin oleh Didik Prasetyo, PhD.

Baca Juga: Tunggu Mbak Puan di Gerbang DPR, Aksi Tenda Perempuan PRT Hari Ke III
 
Pada studi tersebut disebutkan bahwa hanya 6 individu orang utan yang memiliki habitat inti di lokasi terdampak (AOI) atau lokasi PLTA Batang Toru. Sementara jumlah tersebut hanya mewakili 0,8% dari estimasi total 700 individu yang ada di seluruh ekosistem Batang Toru.

Dengan langkah mitigasi yang tepat, kehadiran PLTA Batang Toru justru dapat menjaga kelestarian orang utan Tapanuli dan tidak menyebabkan punahnya orang utan Tapanuli.
 
Hal senada, juga dikemukakan oleh Wiluyo Kusdwiharto, Direktur Mega Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN pada diskusi publik mengenai masa depan orang utan Tapanuli dan ekosistem Batang Toru yang diadakan pada Kamis, 09 Maret bertempat di  Tebet, Jakarta Selatan.

Baca Juga: Rektor Universitas Udayana Bali Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Dana SPI
 
Wiluyo mengatakan,”PLTA itu harus berkelanjutan, bagaimana mungkin  PLTA itu beroperasi terus bila catchment areanya rusak? Tidak mungkin itu terjadi padahal nilai investasinya besar.

PLTA Batang Toru ini dibangun sebagai peaker atau pemikul beban puncak”.
 
Ketidakhadiran ahli orang utan pada saat diskusi publik juga dipertanyakan oleh kebanyakan peserta yang terdiri dari para mahasiswa, anggota LSM dan awak media.

Baca Juga: Gunung Merapi Kembali Muntahkan Awan Panas Guguran, Potensi Bahaya 7 Kilometer

Hal ini sangat disayangkan, mengingat seharusnya diskusi publik ini menjadi ajang diskusi dan kolaborasi dari seluruh pemegang kebijakan ekosistem Batang Toru dengan semangat keterbukaan.

Alih-alih melibatkan ahli orang utan, penyelenggara acara yaitu Satya Bumi dan The Society of Environmental Journalist (SIEJ), malah menghadirkan ahli tanaman bakau, Onrizal dari Universitas Sumatera Utara sebagai narasumber untuk berbicara mengenai orang utan.

Dr. Barita O. Manullang pada saat Dies Natalis UNAS ke 70, pernah mengatakan, ”Dengan menunjukkan kepemimpinan dan regenerasi para pakar orangutan Indonesia ke dunia, maka asumsi-asumsi yang keliru mengenai orangutan dapat dihilangkan. Tentunya dengan dasar-dasar keilmuan yang tepat”.

Baca Juga: Universitas Surabaya Luncurkan Mobil Listrik CEVI C1
 
Selain isu orang utan yang dikemukan pada diskusi publik ini, PLN juga menampik keberpihakan PLN kepada pelanggan industri daripada pelanggan rumah tangga.

“Kalau berbicara tentang energi, maka itu harus berkeadilan. Artinya semua orang harus punya akses akan energi itu. 75 juta pelanggan PLN di Indonesia itu adalah rumah tangga,” tambah Wiluyo.
 
Hal ini tentunya menjawab pertanyaan tendensius para narasumber lainnya yang terlibat dalam penulisan liputan investigasi kolaborasi beberapa waktu yang lalu. Hal ini terjadi karena pemahaman akan pembangunan PLTA Batang Toru tidak benar.

Baca Juga: Terbongkar! Diduga Rafael Alun Trisambodo Menimbun Emas Batangan 60 Kg
 
“Diskusi ini harus dilanjutkan per topik sehingga kita semua memiliki pemahaman yang sama, tidak mungkin hanya dibahas dalam waktu 15 menit saja. PLTA Batang Toru hadir untuk masyarakat di sekitarnya. Pemerintah punya komitmen zero emission di mana artinya listrik yang dihasilkan oleh PLTU-PLTU yang ada, harus digantikan. Di sanalah negara hadir lewat PLN,” tutup Wiluyo.***

Editor: Wijaya Kusnaryanto

Tags

Terkini

Terpopuler