"Jadi praktik pengumpulan oleh pengangkut dan penghasil, tetapi tidak memiliki izin pengumpulan/depo. Insineratornya tidak berizin," ujar Alvin Lie.
Kepada wartawan, Alvin menjelaskan bahwa insinerator adalah komponen penting untuk melakukan proses insinerasi. Insenerator ini dapat menghancurkan massa limbah sekitar 70 persen dan bisa mereduksi sampai 90 persen.
Baca Juga: 26 Terduga Teroris Jaringan JAD Tiba di Tangerang, 3 Diantaranya Wanita
Sayangnya, sambung Alvin, produsen alkes maupun fasilitas pelayanan kesehatan di daerah-daerah tidak melakukan upaya pengurangan timbulan limbah medis.
Selain itu, Alvin juga menyebutkan salah satu Pemerintah Daerah yang dianggap tidak patuh soal limbah medis adalah Pemda di Ambon. Pemda Ambon disebut Ombudsman telah melakukan pengangkutan limbah medis tanpa izin serta penguburan limbah medis yang tidak sesuai standar.
"Pemda di Ambon itu melakukan pengangkutan tanpa izin. Ada daerah yang tidak ada pengangkutan sama sekali, sehingga limbah hanya sampai di tahap penyimpanan," kata dia.
Baca Juga: Industri Perlu Optimalkan Teknologi Kelola Limbah
Masih kata Alvin, akibat perbuatan Pemda Ambon itu telah melanggar ketentuan dari kebijakan kesehatan medis terkait limbah pembuangan medis seharusnya.
"Lalu penguburan limbah medis oleh Pemkot Ambon melampaui wewenang tanpa izin tidak sesuai standar," ucap Alvin.
Instansi lain yang juga dikritik oleh Ombudsman adalah pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Kesehatan yang dinilai tidak tanggap
perihal limbah medis tersebut.