Galon Sekali Pakai Dinilai Tak Sesuai Kesepakatan KTT Iklim COP26, Karena Picu Ini

- 18 November 2021, 02:38 WIB
Penelitian Galon PET Air Mineral di Laboratorium UI
Penelitian Galon PET Air Mineral di Laboratorium UI /Foto Greenpeace/Arahkata

"Tujuan utama peta jalan pengurangan sampah di Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 adalah mengurangi jumlah sampah yang berasal dari produk, kemasan produk, wadah dan juga membangun bisnis berkelanjutan terkait penerapan sirkular ekonomi. Mengubah perilaku konsumen juga," katanya dalam diskusi itu.

Selain itu, kata Vivien, dalam peta jalan tersebut juga berisi usaha penarikan kembali kemasan oleh produsen untuk mengurangi sampah dan mendorong daur ulang.

Sayangnya, anjuran pemerintah itu sepertinya tidak dihiraukan oleh produsen tertentu yang justru mengeluarkan produk-produk baru plastik sekali pakai dengan ukuran yang lebih besar atau bentuk galon.

Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh Life Cycle Indonesia (LCI) penggunaan galon sekali pakai memiliki dampak 6 kali lebih besar dalam pemanasan global (Global Warming Potential/GWP) bila dibandingkan dengan galon guna ulang. Selain itu, galon sekali pakai juga memiliki dampak 17 kali lebih besar dalam penggunaan air (Water Scarcity Footprint).

“Dari studi tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa penggunaan produk sekali pakai menimbulkan dampak yang cukup besar kepada lingkungan dan perubahan iklim,” tukas Founder sekaligus Direktur Eksekutif Life Cycle Indonesia, Jessica Hanafi.

Baca Juga: BPBD Kabupaten Bekasi Siap Siaga Bencana

Juru kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi. juga menyampaikan kehadiran produk galon sekali pakai itu bertolak belakang dengan semangat pengurangan sampah yang sebenarnya menjadi target Indonesia untuk bisa mengurangi 70% sampah di laut hingga tahun 2025 mendatang. Dia pun sangat menyayangkan perilaku produsen tersebut.

Seharusnya yang dilakukan industri adalah sudah harus membuat perencanaan bagaimana mengurangi sampah mereka dalam 10 tahun sampai dengan dengan 30% seperti yang diminta dalam Peraturan Menteri LHK No.75 Tahun 2019. “Jadi, bukan malah mengeluarkan produk-produk baru yang berpotensi menimbulkan sampah baru,” tukas Atha.

Sebelumnya, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim COP26 yang digelar sejak 31 Oktober hingga 13 November 2021 di Glasgow, Skotlandia, menghasilkan beberapa kesepakatan. Di antaranya, peserta sepakat meningkatkan target iklim resmi pada tahun depan. Negara-negara juga sepakat untuk mengikuti hasil laporan PBB pada 2018 agar menjaga pemanasan global di bawah 1,5 derajat celcius, ketimbang mengikuti Perjanjian Paris yang cenderung lemah, yakni hanya 2 derajat celcius.

Baca Juga: Simak! Ini Jadwal Persib di Seri Ketiga Liga 1

Halaman:

Editor: Mohammad Irawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah