Cadangan Air Tanah DAS Rejoso Bisa Habis 2050, Perlu Ko-Investasi Rehabilitasi dan Konservasi

- 25 Agustus 2022, 20:06 WIB
lokakarya Nasional “Pengelolaan Terpadu DAS Rejoso melalui Pertanian Berkelanjutan, Emisi Rendah Karbon, serta Investasi Bersama Sumber Daya Air”, World Agroforestry (ICRAF)
lokakarya Nasional “Pengelolaan Terpadu DAS Rejoso melalui Pertanian Berkelanjutan, Emisi Rendah Karbon, serta Investasi Bersama Sumber Daya Air”, World Agroforestry (ICRAF) /Wijaya/ARAHKATA

ARAHKATA – Debit air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Rejoso, Pasuruan, Jawa Timur terindikasi menyusut.

Hal ini dapat terlihat dari turunnya debit Mata Air Umbulan dari 6.000 liter/detik (1980) menjadi sekitar 4.000 liter/detik (2018).

Mata air terletak di tengah wilayah DAS Rejoso ini, salah satu mata air debit terbesar di pulau Jawa, menyuplai air bersih tak hanya untuk Kabupaten Pasuruan saja, melainkan juga untuk Kabupaten Sidoarjo dan Kota Surabaya.

Baca Juga: Sinergi BPKP - Kemenhub Perkuat Pengawasan Akuntabilitas Keuangan dan Pembangunan Sektor Transportasi

Di samping itu, DAS Rejoso juga menyediakan berbagai macam Sumber Daya Alam (SDA) untuk mendukung penghidupan masyarakat.

Kini, tekanan ekologi terhadap DAS Rejoso semakin meningkat, mulai dari perubahan tutupan lahan, sistem pertanian dan pemukiman yang mempercepat laju erosi, hingga penambangan galian C (batu dan pasir).

Di sisi lain, pengeboran untuk pembuatan sumur artesis warga dan penggunaan air untuk industri juga di kawasan hilir kian meningkat.

Baca Juga: PB IDI dan Satgas Monkeypox Angkat Bicara Kasus Monkeypox di Indonesia

Lebih lanjut, pada tahun 2020, masyarakat melakukan pengeboran di 600 titik dengan debit antara 2-20 liter perdetik dengan sumur bor yang tidak dilengkapi keran pengatur sehingga air terbuang percuma saat tidak digunakan.

Tekanan yang terjadi pada DAS Rejoso tentu dapat membawa dampak negatif bagi ketersediaan air bersih yang menopang kelangsungan hidup 1,6 juta jiwa warga di Kota dan Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo serta Kota Surabaya.

Oleh karenanya, sebagai salah satu upaya dalam mengatasi permasalahan tersebut, Gerakan Rejoso Kita melaksanakan program percontohan skema pembayaran jasa lingkungan untuk konservasi hulu di DAS Rejoso pada tahun 2016 - 2018.

Baca Juga: Kemenkes: Kasus Konfirmasi Cacar Monyet Pertama dari Jakarta

Melalui Gerakan Rejoso Kita, sekitar 174 petani dari 12 kelompok tani pengelola lahan seluas 106,6 hektar di tujuh desa di Kecamatan Tosari dan Pasrepan mendapatkan uang kompensasi (Rp 1,5 juta/ha/tahun - Rp 3,2 juta/ha/tahun) atas upaya konservasi yang mereka lakukan.

Adapun upaya pemeliharaan yang dilakukan diantaranya menjaga dan mempertahankan 300-500 pohon per hektar, membuat strip rumput penahan erosi, dan membuat rorak untuk meningkatkan infiltrasi air hujan.

Inisiasi ini didukung oleh Danone-AQUA khususnya Pabrik Keboncandi yang memasok kebutuhan air minum dalam kemasan di wilayah Pasuruan, Jawa Timur.

Baca Juga: Kemenkominfo Gelar Literasi Digital Konten Kreatif Berbasis Potensi Lokal Sumatra

Dalam lokakarya Nasional “Pengelolaan Terpadu DAS Rejoso melalui Pertanian Berkelanjutan, Emisi Rendah Karbon, serta Investasi Bersama Sumber Daya Air”, World Agroforestry (ICRAF), digelar di Jakarta, Kamis, 25 Agustus 2022.

Memaparkan hasil simulasi komputer dengan menggunakan model Hidrologi GenRiver - Generic Riverflow.

Simulasi tersebut menggambarkan bahwa skema pembayaran jasa lingkungan yang bertujuan menjaga jumlah tegakan sebanyak 500 pohon per hektar mampu meningkatkan infiltrasi sebanyak 0,5% – 1% dan menurunkan limpasan permukaan sebanyak 1,5% – 2%.

Baca Juga: Dihadiri 1.000 Peserta,  Meriahkan Pelaksanaan Upacara HUT ke-77 Republik Indonesia di Insana Utara

Selain memaparkan keberhasilan inisiasi awal Gerakan Rejoso Kita Lokakarya Nasional yang diselenggarakan beberapa waktu lalu juga memaparkan pengenalan teknologi budidaya padi ramah lingkungan serta percontohan konstruksi dan manajemen pengelolaan sumur bor yang aman dan efisien.

Sejumlah inisiasi tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi positif untuk menanggulangi berbagai persoalan DAS yang disebabkan oleh eksploitasi berlebihan, alih guna lahan, hilangnya vegetasi yang mengakibatkan terjadinya banjir, erosi tanah, longsor bahkan kekeringan.

Jenderal TNI (HOR) (Purn.) Luhut Binsar Pandjaitan, M.P.A., Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia yang diwakili oleh M. Saleh Nugrahadi, Asisten Deputi Pengelolaan DAS dan Konservasi SDA, menyampaikan pentingnya pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan, tidak hanya untuk alam tapi juga untuk menjamin keberlangsungan bisnis pengusahaan sumber daya alam.

Baca Juga: Presiden Jokowi Sebutkan Dua Strategi Jadikan APBN 2023 Indonesia Bangkit

Pengelolaan sumber daya alam tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Pemerntah Pusat atau Pemerintah Daerah, tapi memerlukan keterlibatan aktif dan investasi seluruh stakeholder, utamanya masyarakat dan pengusaha yang memanfaatkan sumber daya alam tersebut.

Dengan bekerja bersama dari hulu ke hilir, kami yakin DAS Rejoso akan terjaga dan dapat dimanfaatkan hingga bertahun-tahun yang akan datang.”

Saleh berharap skema pembayaran jasa lingkungan dapat dijadikan alternatif solusi  kebutuhan pendanaan konservasi lingkungan.

Baca Juga: Enam Perusahaan Otomotif Tarik 26.000 Kendaraan Karena Komponen Rusak 

“Skema pembayaran jasa lingkungan ini harusnya dapat menjadi solusi dalam hal pembiayaan upaya konservasi yang tentunya akan memberikan dampak pada keberlangsungan kegiatan ekonomi, terutama yang memanfaatkan sumber daya air dalam operasionalnya. Untuk itu, diperlukan kerja bersama masyarakat di wilayah hulu hingga pengguna air di wilayah hilir dalam mengimplementasikan pengelolaan DAS secara terpadu.”

Di akhir sambutannya, Menko Luhut berharap skema pembayaran jasa lingkungan ini dapat diterapkan juga di DAS lainnya”, tambah Saleh.
Sementara itu, Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc., Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang diwakili oleh Erik Teguh Primiantoro, Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor KLHK, menekankan terkait pentingnya riset berbasis data, tata kelola yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, dalam rangka melindungi dan menjaga ekosistem DAS dan pengelolaan jasa lingkungan hidup.

"Berbagai upaya yang kita lakukan adalah wujud menjaga DAS tetap sehat (Healthy Watershed). Air ibarat darah dalam kehidupan DAS, perlu untuk membangun pemikiran bahwa menjaga air tetap lestari sama dengan menjaga diri sendiri, hal itu berlaku bagi semua pengguna air, begitupun bagi industri, dimana hal itu bisa menjaga keberlanjutan kehidupan di DAS tersebut", jelas Erik.

Baca Juga: Indonesia Diganjar Penghargaan IRRI Capaian Swasembada Beras

“Untuk itu, forum DAS ini sangat strategis dan diharapkan dapat menjadi sarana koordinasi, komunikasi untuk menjaga dan mengelola DAS di daerah pasuruan secara berkelanjutan. Bagi industri, partisipasi dalam upaya pelestarian ini juga bisa menjadi peluang untuk dikaitkan dengan PROPER", tambahnya”

Menanggapi inisiasi yang dilakukan oleh berbagai pihak, Bupati Pasuruan, HM Irsyad Yusuf, SE, MMA., menyambut baik upaya konservasi melalui skema pembayaran jasa lingkungan.

“Tiap tahun banyak perusahaan yang memperbaharui atau mengajukan permohonan baru untuk memperoleh SIPA atau Surat Izin Pengambilan Air Tanah. Bila dikelola dengan baik, keberadaan perusahaan-perusahaan tersebut dapat mendukung pembiayaan konservasi untuk memastikan kelestarian sembilan DAS yang berada di Kabupaten Pasuruan. Dalam hal ini, peran Forum Koordinasi Pengelolaan DAS Kabupaten Pasuruan atau FDP akan sangat penting,” tegas Irsyad.

Baca Juga: Wartawan Dihajar Tujuh Pelaku, Tidak Senang Diberitakan Negatif 

Karyanto Wibowo, Direktur Pembangunan Berkelanjutan dari Danone Indonesia, mengatakan bahwa skema pembayaran jasa lingkungan di wilayah hulu dan tengah DAS Rejoso tersebut perlu diapresiasi.

“Kami melihat bahwa skema pembayaran jasa lingkungan yang di wilayah hulu dan tengah DAS Rejoso, Pasuruan, Jawa Timur perlu diapresiasi karena tidak hanya tepat sasaran tetapi juga menggunakan menggunakan studi ilmiah sebagai dasar penentuan lokasi dan bentuk konservasi air yang dipilih. Lebih lanjut, keberlanjutan upaya ini dapat semakin langgeng karena didukung oleh segenap masyarakat yang tinggal di kawasan hulu DAS Rejoso serta dipantau secara rutin oleh Forum DAS. Melihat perkembangan positif yang terjadi, kami berupaya mereplikasi skema di sejumlah pabrik kami di wilayah lainnya. Kami yakin, kolaborasi seluruh pemangku kepentingan dapat memberikan kontribusi positif bagi kelestarian lingkungan,” ujar Karyanto.

“Sebagai pihak yang memanfaatkan air bersih dalam menjaga kelangsungan hidup, sudah selayaknya bila seluruh pihak melakukan aksi kolektif bersama pelestarian sumber daya air, karena lestarinya air adalah tanggung jawab dan masa depan kita bersama”, tambah Karyanto.

Baca Juga: Imigrasi Minta Maaf Paspor Indonesia Ditolak Jerman, Alvin Lie: Mana Tanggungjawab Menkum HAM?

Beria Leimona, Peneliti Senior Lanskap dan Investasi dari ICRAF, menyatakan

“Skema pembayaran jasa lingkungan pada dasarnya adalah skema ko-investasi. Dalam skema tersebut, ada pihak yang berperan sebagai penjual jasa lingkungan (misalnya petani pengelola lahan yang melakukan konservasi tanah dan air), lalu ada pihak pembeli jasa lingkungan, yaitu para pihak yang menikmati jasa lingkungan, misalnya ketersediaan air bersih, dan yang terakhir adalah pihak perantara, biasanya konsorsium atau forum yang disepakati bersama untuk mengelola program seperti melakukan identifikasi dan verifikasi lahan, mengukur indikator capaian, melakukan monitoring kinerja, juga menyalurkan dana kompensasi.”***

Editor: Wijaya Kusnaryanto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x