Fix Neraca Perdagangan Surplus 4,53 Miliar USD Di Maret 2022

18 April 2022, 19:58 WIB
Neraca perdagangan Ekspor dan Impor mengalami surplus 1,57 miliar dolar AS. /Pixels.com/Tom Fisk

ARAHKATA - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis adanya surplus 4,53 miliar USD pada Maret 2022.

Perubahan surplus ini lebih tinggi dibandingkan nilai pada Februari 2022 sebanyak 3,83 miliar USD. Termasuk juga pada tahun sebelumnya Maret 2021 yang berada di level 2,19 miliar USD.

Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan dalam konfrensi pers Perkembangan Ekspor-Impor mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2022 mengalami progress kenaikan yang cukup signifikan.

Baca Juga: BI Rilis Utang Luar Negeri Capai 416,3 Miliar USD Terkendali

Adapun sejumlah faktor yang mempengaruhinya, antara lain adalah laba pada ekspor di Maret 2022 mencapai 26,5 miliar USD.

Dengan kata lain laba ekspor mengalami kenaikan 29,42 persen dibandingkan bulan lalu, atau 44,36 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Hal yang sama juga berlaku pada laba impor mencapai 21,97 miliar USD.

Pendapatan di sektor impor juga melambung sekitar 32,02 persen dibandingkan Februari 2022 atau 30,85 persen dibandingkan Maret 2021.

Baca Juga: Menkeu Sebut Indonesia Butuh Rp4.260 T Untuk Infrastruktur

"Neraca perdagangan pada Maret 2022 surplus US$ 4,53 miliar. Surplus terjadi di sektor komoditas ekspor dan impor. Untuk sektor ekpor mengalami kenaikan 29,42% disbanding bulan lalu dan di sektor impor juga naik 32,02 persen,” kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konfrensi pers daring kinerja Ekspor dan Impor Maret 2022, Senin, 18 April 2022.

Margo menuturkan bahwa surplus neraca perdagangan ini dikarenakan adanya dukungan nilai ekspor yang masih melebihi nilai impor.

Tercatat nilai ekspor Maret 2022 mencapai USD 26,5 miliar atau naik 29,4 persen month to month (mtm).

Baca Juga: Dekat Musim Mudik, Pertamina Pastikan Stok BBM Aman

Sementara untuk nilai impor mencapai USD 21,97 miliar atau naik 32,02 persen dibanding Februari 2022. Namun, nilai impor diperngaruhi bahan bakar mineral atau HS 27.

"Pada Maret ini, (ekspor HS 27) naik 54,45 persen secara month to month, diikuti besi baja dengan HS 72, Maret ini secara month to month naik 37,15 persen," ujarnya.

Di samping itu, surplus neraca perdagangan ini juga dipengaruhi oleh kinerja surplus dengan negara-negara mitra dagang.

Salah satunya diperngaruhi oleh surplus terbesar berasal dari Amerika Serikat (AS) yang mencapai USD 2,03 miliar dengan komoditas lemak dan minyak hewan nabati (HS 15) serta alas kaki (HS 64).

Baca Juga: Emas Jadi Pilihan Tepat Investasi, Hadapi Masa Depan Sulit

Ada juga India yang mengalami nilai surplus 1,21 miliar USD, dan Filipina US$ 916 juta. Sedangkan defisit perdagangan terbesar terjadi dengan Thailand mencapai US4 565 juta, Australia US$ 515,9 juta, dan Argentina US$ 216 juta.

"Ini cukup tinggi dan mudah-mudahan tren ini terus meningkat sehingga memberi dampak pada pemulihan ekonomi Indonesia," pungkasnya.

Margo menambahkan kinerja ekspor dan impor pada bulan lalu tak lepas dari pergerakan harga komoditas utama.

Salah satunya adalah sektor batu bara secara bulanan masih melonjak 49,91%. Sektor batu bara ini adalah sektor utama yang dimiliki Indonesia.

Baca Juga: Pentingnya Sertifikasi Halal untuk UMKM, Khususnya Produk Mamin

Ada juga surplus dialami juga oleh nikel naik 41,26 persen, dan minyak sawit mentah atau CPO naik 16,72 persen. Kenaikan harga juga masih terjadi pada harga minyak mentah Indonesia sebesar 18,58 persen, serta tembaga, alumunium, dan emas.

"Namun demikian, ada juga beberapa harga komoditas yang turun atau mengalami stagnasi, di antaranya karet, timah, dan minyak kernel," kata Margono.

Kembali ia menerangkan adanya pembagian nilai pendapatan yang membuat Indonesia mengalami surplus.

Dari sekspor migas 1,41 miliar USD dan nonmigas 25,09 miliar USD. Ekspor migas tumbuh 41,24 persen secara bulanan atau 54,75 persen secara tahunan.

Baca Juga: Pemerintah Gelontorkan Rp6,9 Triliun BLT Minyak Goreng

Sementara, untuk nilai ekspor nonmigas tumbuh 28,82 persen secara bulanan atau 43,82 persen secara tahunan.

Margo menjelaskan, kenaikan ekspor migas secara bulanan terutama didorong oleh kenaikan harga bahan bakar mineral atau HS27 yang naik 54,45 persen, serta besi dan baja atau HS72 yang naik 37,15 persen.

Sedangkan ekspor migas ditopang oleh kenaikan harga minyak mentah 48,59 persen dan hasil minyak naik 40,57 persen.

Pada sektor nonmigas ini kenaikan ekspor paling tinggi ada pada sektor pertambangan dan lainnya yang mencapai 50,18 persen dibandingkan bulan sebelumnya atau 143,91 persen ataupun pada periode yang sama di tahun lalu mencapai 5,4 miliar USD.

Baca Juga: Berpotensi Persaingan Tidak Sehat di Air Kemasan Galon, KPPU Turun Tangan

Kenaikan juga terjadi pada sektor industri pengolahan yang naik 23,99 persen secara bulanan atau 29,83 persen secara tahunan menjadi 19,26 USD miliar.

Adapun sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan naik 7,67 persen secara bulanan atau 23,27 persen menjadi US$ 0,43 miliar.

Baca Juga: Teten: Produk UMKM Telah Banyak Berbasis Teknologi dan Inovasi

Evaluasi BPS ini memiliki total nilai ekspor pada sepanjang tiga bulan pertama tahun ini mencapai 66,14 miliar USD, naik 35,25 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Sementara, ekspor nonmigas pada periode yang sama tumbuh 35,87% menjadi 62,84 miliar USD.***

Editor: Agnes Aflianto

Tags

Terkini

Terpopuler