IPW: Waspadai, Mafia Tambang Caplok Perusahaan Dengan Modus Seolah Legal

23 Desember 2022, 15:46 WIB
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso /Dok IPW/

ARAHKATA - Indonesia Police Watch (IPW) mengirim sinyal kewaspadaan kepada pemerintah, investor, dan para pelaku bisnis tambang terhadap maraknya mafia pertambangan.

Salah satunya terkait keberadaan mafia tambang yang menggunakan modus proses hukum, sehingga terlihat legal.

Modus itu dikenal dengan istilah hostile take over.

Baca Juga: Habib Syakur Minta Jokowi Lebih Keras Melawan Politisasi Identitas di Daerah

”Itulah upaya paksa pencaplokan satu perseroan dengan menggunakan proses hukum yang seolah-olah legal. Proses ini biasanya didahului dengan perjanjian-perjanjian yang dibuat antara perusahaan tambang yang memiliki IUP (Izin Usaha Pertambangan) dengan memunculkan pihak ketiga sebagai pihak yang membuat perjanjian,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam diskusi ”Beking Aparat di Balik Mafia Tambang” yang digelar Sorogan Journalist Forum dikutip ArahKata.com Rabu, 21 Desember 2022.

Sugeng menjelaskan, modus ini antara lain dialami PT Citra Lampia Mandiri (CLM) yang bergerak di industri nikel, berlokasi di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Awalnya, kata Sugeng, ada pihak lain yang membuat perjanjian dengan pemegang saham, lalu membayar kurang dari 10 persen nilai perjanjian.

Baca Juga: Pakar Anjurkan Prokes Antisipasi COVID-19 Saat Libur Tahun Baru

”PT CLM sebagai pemegang IUP kemudian mengadakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) terkait pembelian saham. PPJB nilainya US$ 28,5 juta, baru dibayar US$ 2 juta. Sisanya sekitar Rp 500 miliar, hampir setengah triliun, yang belum dibayar,” urai Sugeng.

Namun, dengan modal kurang dari 10 persen itu, lanjut Sugeng, mereka hendak men-take over satu company yang memiliki IUP, kemudian tidak membayar sisanya.

”Bagaimana caranya? Dengan menggunakan satu proses legal. Dari perjanjian kemudian masuk ranah hukum, lalu mereka menangkan pertarungan di proses hukum, baik melalui proses di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), di peradilan umum, dan terakhir di kepolisian,” tambahnya.

Baca Juga: Rp 57,9 Triliun Uang Negara Diselamatkan Kinerja KPK Diapresiasi Komisi III

Sugeng mengatakan, proses seperti itu bisa menjadi perdebatan ketika pihak yang merasa dirugikan melapor ke kepolisian.

Menurut dia, hostile take over sebenarnya tidak bisa dilakukan jika mengacu pada aturan yang berlaku.

”Biasanya kalau di kepolisian, polisi akan menggunakan dasar legal juga yang sebetulnya sedang diperdebatkan. Dasar legal yang digunakan adalah kondisi terakhir di mana PT A mengambil alih PT B. Padahal, pengambilalihan itu sebenarnya ilegal. Ada syarat-syarat yang tidak terpenuhi. Seperti yang disyaratkan UU Minerba, peralihan saham perseroan pemegang IUP harus berdasarkan persetujuan dari ESDM,” ujarnya.

Baca Juga: DPR Mendesak Pemerintah Serius Tangani Pengiriman PMI Non-prosedural

Yang kemudian terjadi, masih kata Sugeng, "Dengan akta bikinan notaris yang diduga ikut bermain, lalu dibantu dengan proses di Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM, memunculkan akta baru yang seolah sah.Padahal, secara substansi, AHU seharusnya melihat pemenuhan syarat bahwa peralihan saham tersebut secara formil tidak terpenuhi.Pasal 93 pasti tidak terpenuhi, yaitu persetujuan dari ESDM. Itu tidak ada,” sambungnya.

Sugeng Teguh Santoso meyakini, pelaku hostile take over ini memiliki jaringan (network) dan beking yang sangat kuat, baik itu jaringan di lembaga hukum maupun jaringan politik.

Dari oknum polisi yang terafiliasi sampai politisi. ”IPM sedang kumpulkan datanya,” cetusnya.

Baca Juga: Survei Poltracking: Ganjar Teratas, Anies dan Prabowo Tempel Ketat

Dalam diskusi yang sama, Dirut PT CLM Helmut Hermawan menjelaskan, selain ke Divisi Propam Mabes Polri, pihaknya sudah melaporkan kejadian yang ia alami ke Kementerian Polhukam.

Helmut berpendapat, keberadaan mafia tambang sudah benar-benar meresahkan dan sangat mengganggu.

Ia berharap, pemerintah segera turun tangan untuk menertibkan mafia yang lazimnya dibeking oleh aparat penegak hukum.

Baca Juga: Rp 57,9 Triliun Uang Negara Diselamatkan Kinerja KPK Diapresiasi Komisi III

Menurut Helmut, industri pertambangan Indonesia terbukti mampu memberikan efek positif bagi kemajuan ekonomi daerah maupun negara, namun terganggu oleh praktik mafia.

”Mafia tambang dan beking aparat bukan cuma perkara CLM. Ini sudah pekerjaan rumah besar bagi pemerintah dalam upaya menjaga iklim investasi, baik untuk investor dalam maupun luar negeri,” pungkas Helmut Hermawan.***

 

 

 

Editor: Wijaya Kusnaryanto

Tags

Terkini

Terpopuler