Korupsi Bansos, Keterlibatan Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Masih Didalami

- 26 Januari 2021, 14:04 WIB
Ilustrasi Korupsi Bantuan Sosial
Ilustrasi Korupsi Bantuan Sosial /Arahkata/

 

ARAHKATA - Penyidikan terkait dana Bantuan Sosial (Bansos) yang telah menetapkan Menteri Sosial Juluan Batubara, sebagai tersangka korupsi oleh Badan Anti Rasuah terus didalami. Terkait keterlibatan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial (Kemensos), Pepen Nazaruddin, belum dapat dipastikan masuk dalam buku hitam KPK atau menerima suap dalam pengadaan bansos Covid-19 Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok,Tangerang dan Bekasi) 2020.

"Ini perlu dikaji, didalami dan dikonfirmasi dengan bukti-bukti lain," kata Pelaksana tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Selasa 26 Januari 2021.

Ali memastikan, lembaga antirasuah bakal menetapkan pihak lain sebagai tersangka apabila ada minimal dua bukti permulaan yang cukup.

Dalam catatan, Pepen sudah tiga kali menjalani pemeriksaan penyidik sebagai saksi. Bahkan, rumah Pepen turut digeledah pada Rabu (13/1). Penyidik KPK, dalam penggeledahan itu, mengamankan berbagai dokumen terkait kasus dugaan suap pengadaan bansos Covid-19 Jabodetabek 2020.

Baca Juga: Pesan Jokowi di CAS 2021 Terkait Bencana dan Iklim Indonesia

Sebelumnya, keterangan saksi menyebut Pepen diduga menerima uang dari tersangka Ardian IM (AIM). Dugaan Pepen menerima uang tak lepas dari konfirmasi yang dilakukan penyidik KPK lewat saksi swasta Nuzulia Hamzah Nasution. Bahkan, salam pemeriksaan, diduga ada pihak lain di Kemensos yang terima cuan dari Ardian.

"Dikonfirmasi terkait adanya dugaan pemberian sejumlah uang oleh tersangka AIM kepada Pepen Nazaruddin dan pihak-pihak lain di Kemensos," kata Ali, kemarin.

Sejauh ini KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus pengadaan bansos Covid-19. Selain Ardian, ada eks Menteri Sosial Juliari P Batubara (JPB), pejabat pembuat komitmen atau PPK Kemensos Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW), serta pihak swasta Harry Sidabuke (HS).

Dalam perkaranya, Juliari, Adi dan Matheus, diterka menerima uang dari Ardian serta Harry dalam pengadaan bansos berupa paket sembako. Nilai proyek itu sekitar Rp5,9 triliun dengan 272 kontrak selama dua periode.

Baca Juga: FKPPAI Soroti Banjir Kalimantan Karena Alih Fungsi Lahan

Bagian Juliari, diduga mencapai Rp17 miliar. Rinciannya, periode pertama Rp8,2 miliar dan kedua, Oktober-Desember 2020, Rp8,8 miliar.

Sebagai penerima, Matheus dan Adi diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Ketersangkaan Juliari sendiri melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan pemberi, Ardian dan Harry, diterka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.

Editor: Mohammad Irawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x