Ahli Pertanahan Sebut Pemegang Surat Hutang Tak Berhak Lakukan Lelang

- 12 Oktober 2022, 08:26 WIB
Tiaz Annisa Rachma dengan tergugat I PT Otomas Multifinance, Tergugat II King David Property, Tergugat III Dion Setiawan, Tergugat IV BPN Jakbar dan turut tergugat KPKNL 4 Jakarta kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat.
Tiaz Annisa Rachma dengan tergugat I PT Otomas Multifinance, Tergugat II King David Property, Tergugat III Dion Setiawan, Tergugat IV BPN Jakbar dan turut tergugat KPKNL 4 Jakarta kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat. /ARAHKATA

ARAHKATA - Sidang gugatan yang dilayangkan Tiaz Annisa Rachma nampaknya masih menapaki jalan panjang penuh liku.

Tiaz Annisa Rachma menggugat I PT Otomas Multifinance, Tergugat II King David Property, Tergugat III Dion Setiawan, Tergugat IV BPN Jakbar dan turut tergugat KPKNL 4 Jakarta kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, dikutip ArahKata.com Selasa, 11 Oktober 2022.

Dalam sidang kali ini, pihak penggugat menghadirkan saksi ahli pertanahan dari Universitas Pancasila, Prof. Dr. B.F Sihombing, SH,.MH.

Baca Juga: Firli: Kasus Selesai Jika Lukas Enembe Penuhi Panggilan Pemeriksaan KPK

Dalam kesaksiannya, Prof Sihombing menerangkan Undang-undang No 4/1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.

Terkait lelang, menurut Prof Sihombing, pemegang cessie (surat utang) tidak bisa langsung melakukan lelang.

Itupun harus melalui prosedur. Seperti sudah dilakukan somasi saat ada cidera janji.

Baca Juga: Ekonomi Digital Indonesia Diyakini Optimis Bisa Kalahkan Tiongkok

Serta ada keterangan dari kepala desa atau kelurahan, obyek yang dilelang tidak sedang sengketa.

"Cessie itu kan hanya peralihan atau perpindahan utang. Perjanjian kan antara A dan B atau debitur dengan kreditur pertama. Pemegang cessie bisa meminta kreditur pertama melakukan lelang. Pengalaman saya waktu jadi tim penaksir aset, tidak pernah menemui pemegang cessie melelang," terang Prof Sihombing di depan majelis hakim.

"Yang jelas kalau baru sekali lalai, tidak bisa langsung dilelang, harus tiga kali. Dan lelang juga harus transparan," imbuhnya.

Baca Juga: 22 Saksi Diperiksa Bareskrim Terkait Kasus Dugaan Korupsi Jet Pribadi Hendra Kurniawan

Dalam sidang tersebut Prof Sihombing juga menjawab sejumlah pertanyaan dari kuasa hukum salah satu pihak tergugat. Ia juga menerangkan terkait hak kreditur baru, yakni penagihan. Termasuk bagaimana solusi jika debitur cidera janji.

"Harusnya pemegang cessie kasih tahu kreditur pertama, tolong dong dilelang. Bukan langsung dilelang oleh pemegang cessie. Yang punya pemegang hak tanggungan itu yang bisa melelang," ujarnya.

Dalam sidang tersebut, majelis hakim juga bertanya kepada saksi ahli. Lalu bagaimana daya paksanya, supaya debitur membayar kewajibannya.

Baca Juga: Empat Tips Membangun Loyalitas Pelanggan Melalui Sosmed

"Dilelang, pemegang cessie bisa meminta kreditur pertama untuk melelang. Pemegang cessie tidak bisa langsung melelang," ujarnya.

Ditegaskannya, lelang yang diduga melanggar bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Akibat hukumnya bisa perdata, bisa pidana. Pejabat lelangnya bisa juga dilaporkan ke Menkeu. Gugatan bisa dilayangkan ke PTUN terkait kebijakan yang dilakukan pejabat negara," ujar Prof Sihombing.

Baca Juga: Perkara Guru Besar Unhas Sudah Dilimpahkan ke Kejati Sulsel

Sementara itu, kuasa hukum dari Tiaz Annisa Rachma, Dwikalam Syahdania SH dalam sidang menanyakan kepada Prof Sihombing terkait frasa 'cidera janji'.

Apakah pembayaran yang dilakukan setelah somasi dilayangkan tetap dianggap debitur cidera janji? Pasalnya hal itu adalah bagian dari syarat formil dalam pelaksanaan lelang.

"Harus dianulir, artinya tidak dapat dikatakan cidera janji karena ada kesepakatan. Jadi sepanjang ada keesepakatan antara mereka sebagai pembuat undang-undang sebagaimana dalam pasal 1338 KUHPER, sepanjang kata sepakat itu dipenuhi artinya tidak dapat dikatakan tidak memenuhi kesepakatan," jawab Prof Sihombing.

Baca Juga: Gibran Tanggapi Isu Ijazah Palsu Presiden Jokowi

Soal kronologis gugatan ini, Dwikalam menjelaskan, gugatan ini berawal dari Penggugat adalah pemilik yang sah atas sebidang tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Komplek DPR RI Blok E, RT/RW 015/001, Joglo, Kembangan, Jakarta Barat seluas 214 meter persegi sebagaimana tercatat dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) No.01180 atas nama Tiaz Annisa Rachma.

"Pada awalnya Penggugat meminjam uang kepada Tergugat I berdasarkan Perjanjian Pembiayaan Multiguna Nomor: PK: D365/CF/19/17/1 tertanggal 15 Maret 2017 untuk keperluan renovasi rumah dan bangunan tersebut sebesar Rp450 juta dengan penyertaan penjaminan berupa Objek Jaminan yang dibebankan jaminan pelunasan sebesar Rp562.500.000 (Perjanjian Pembiayaan)," bebernya.

Dwikalam melanjutkan, berdasarkan Perjanjian Pembiayaan yang disepakati Penggugat dengan Tergugat I, pembayaran dilakukan dengan cara angsuran sebesar Rp18.375.000 dengan jangka waktu 48 bulan dengan bunga denda enam persen.

Baca Juga: PERSIS Dukung dan Apresiasi Kedekatan Jenderal Dudung dengan Pesantren Tebuireng

Kemudian pada 31 Maret 2020 berdasarkan Surat Pemberitahuan Pengalihan Piutang (Cessie) No. 0151/OMF-PEM/SRT/III/2020, Penggugat menerima pemberitahuan bahwa Perjanjian Pembiayaan beserta Objek Jaminan telah dialihkan kepada Tergugat III dimana atas tindakan tersebut Penggugat telah menyatakan keberatan.

Dan juga telah mengajukan pengaduan kepada Pejabat Lelang pada KPKNL 4, termasuk secara pararel mengajukan permohonan pemblokiran di kantor pertanahanan adminstrasi wilayah Jakarta Barat

"Bahwa Penggugat tetap meminta pertanggungjawaban Tergugat III atas tindakan yang sewenang-wenang melakukan lelang atas Objek Jaminan yang mana tidak pernah diperingati terlebih dahulu," ujarnya.

Baca Juga: Pemprov Maluku Utara Gelar Workshop Produksi Film dan Konten Kreatif Media Sosial

Dwikalam juga menyebut, banyak kasus serupa dimana kreditur selalu berlindung dalam frasa 'cidera janji' membuat seolah-olah debitur tidak mengindahkan peringatan dan memberikan data tidak utuh dalam mengajukan lelang umum.

"Sehingga kasus ini patut menjadi PR untuk semua agar jangan sampai kantor lelang dijadikan alat oleh oknum guna mendapatkan keuntungan yang melawan hukum harus ada pengawasan/kontrol terhadap syarat-syarat baik formil dan materiil objek lelang patut dinyatakan dapat dilaksanakan," pungkas Dwikalam.***

Editor: Wijaya Kusnaryanto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x