KPK Sebut Gratifikasi-TPPU Eko Darmanto Mencapai Rp37,7 Miliar

- 6 Mei 2024, 19:55 WIB
Penggeledahan Gedung Sekretariat DPRI RI dilakukan dalam rangka pengumpulan bukti perkara yang sedang KPK selesaikan. Demikian dikatakan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.
Penggeledahan Gedung Sekretariat DPRI RI dilakukan dalam rangka pengumpulan bukti perkara yang sedang KPK selesaikan. Demikian dikatakan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri. /Antara

ARAHKATA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan nilai dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh mantan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Yogyakarta Eko Darmanto (ED) mencapai sekitar Rp37,7 miliar.


"Tim jaksa mendakwa dalam satu surat dakwaan untuk penerimaan gratifikasi dan TPPU terakumulasi senilai Rp37,7 miliar," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin, 6 Mei 2024.

Ali mengatakan detail dakwaan tersebut akan dibeberkan secara lengkap saat sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan.

Baca Juga: Buat Hakim Bingung! Saksi Sebut Biaya Kebutuhan Harian SYL 3 Juta Perhari

Tim penyidik KPK juga menemukan pembelian aset bernilai ekonomi oleh terdakwa ED di Grand Taman Melati Margonda 2 Jalan Margonda No. 52 A Kelurahan Pondok Cina, Beji. Depok, Jawa Barat.

KPK pada Jumat, 3 Mei 2024 telah selesai melimpahkan surat dakwaan dan berkas perkara dengan terdakwa Eko Darmanto ke Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya, dengan penetapan hari sidang pertama masih menunggu informasi lanjutan dari Panitera Muda Tipikor.

Sebelumnya, penyidik KPK pada Jumat, 8 Desember 2023 resmi menahan mantan Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto setelah yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Baca Juga: KPK Temukan Bukti Aliran Dana ke Tersangka kasus Rumah Jabatan, Hasil Geledah di DPR

Eko Darmanto (ED) diduga telah menerima gratifikasi sebesar Rp18 miliar dengan memanfaatkan jabatannya di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menerangkan ED adalah penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) pada Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang pernah menduduki sejumlah jabatan selama periode 2007-2023.

Beberapa jabatan strategis ED di antaranya Kepala Bidang Penindakan, Pengawasan, Pelayanan Bea dan Cukai Kantor Bea dan Cukai Jawa Timur I Surabaya dan Kepala Sub Direktorat Manajemen Resiko Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea dan Cukai.

Baca Juga: Legislator Desak Food Station Tingkatkan Standar Mutu Beras Premium

ED kemudian memanfaatkan jabatan dan kewenangan-nya untuk menerima gratifikasi dari para pengusaha impor ataupun pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) hingga pengusaha barang kena cukai.

Menurut penyidik KPK, ED mulai menerima gratifikasi pada 2009 melalui transfer rekening bank keluarga inti dan berbagai perusahaan yang terafiliasi dengan ED. Penerimaan gratifikasi ini berlangsung hingga tahun 2023.

Untuk perusahaan yang terafiliasi dengan ED, di antaranya bergerak di bidang jual beli motor Harley Davidson dan mobil antik serta yang bergerak di bidang konstruksi dan pengadaan sarana pendukung jalan tol.

Baca Juga: Kemenag: Masyarakat Sumbar Jangan Tertipu Tawaran Keberangkatan Haji Gunakan Visa Nonhaji

Berbagai penerimaan gratifikasi tersebut tidak pernah dilaporkan ED ke KPK setelah menerima gratifikasi dalam waktu 30 hari kerja.

Atas perbuatannya ED disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.***

Editor: Wijaya Kusnaryanto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah