Perlunya Melihat Kebijakan Omnibus Law dari Proyeksi Berbeda

13 November 2020, 23:28 WIB
Ilustrasi Omnibus Law /Arahkata.com

 

Jakarta, Arahkata.com - Beberapa waktu belakangan Undang-Undang (UU) Omnibus law Cipta Kerja, cukup mengagetkan banyak pihak. Banyak yang beranggapan undang-undang ini akan menimbulkan dampak negatif di masyarakat ke depannya. Namun, pandangan tentu ada pro dan kontra yang ditimbulkan. Berbeda pendapat sudah bukan hal tabu lagi di tanah air, pasca negeri ini memasuki nuansa reformasi sejak tahun 1998 silam, perubahan akan alam demokrasi berubah dan menuntut agar masyarakat ini menjadi lebih dewasa.

Polemik di tengah kebijakan omnibus law, tentu juga tak bisa dilepaskan dari pandangan pro pada UU tersebut. Menilai semangat perubahan untuk menuju Indonesia maju, tentu segala kebijakan yang dibicarakan secara bersama dengan tidak meninggalkan menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan.

Jangan ada pandangan merasa paling benar dalam memandang kebijakan omnibus law. Bahkan, tidak ingin menjadi pihak yang disalahkan. Tentu menjadi tanggung jawab besar dalam merealisasikannya.

"Sepertinya semua merasa benar dan tidak ada yang salah. Saya hanya ingin memandang positif bagaimana UU ini dibuat, dalam semangat memajukan Indonesia," ujar Pelaku Pendidikan Kasih Hanggoro, dalam suatu kesempatan kepada arahkata.com.

Lebih jauh pria yang juga menjabat sebagai Ketua Harian Yayasan Budi Luhur Cakti ini menyampaikan, dirinya melihat dan merasakan, pemerintah dalam hal ini ingin berusaha menciptakan kondisi menjadi lebih baik.

"Yang saya rasakan pemerintah ingin membuat lebih baik dan saya berusaha membantu pemerintah itu saja. Mungkin cara dan penjelasannya yang kurang pas dan di politisir," imbuhnya. 

Pembentukan Harus Tepat

Sementara itu, Dr. Rio Christiawan,S.H.,M.Hum.,M.Kn, Dosen Hukum Bisnis Universitas Prasetiya Mulya, mengatakan mengingat pentingnya omnibus law bagi banyak sektor, khususnya investasi, maka pembentukan omnibus law itu sendiri harus tepat. "Pengertian tepat dalam hal ini adalah mampu mengkonversi konflik dan tumpang tindih menjadi sinergi yang tepat," katanya, dikutip dari laman SWA.

Mengutip dari Margareth Shaw (2001), Rio menguraikan, bahwa prinsip pembentukan omnibus law adalah tidak saja meringkas jumlah peraturan perundangan yang semula bersifat sektoral, tetapi juga mampu menciptakan peraturan perundangan sebagai insentif investasi sehingga dengan pembentukan omnibus law akan menambah daya saing investasi di Indonesia.

"Misalnya, dalam hal ini antara pengurusan perizinan dan klaim insentif investasi (seperti insentif pajak) berada dalam satu badan," terangnya.

Proses Berbeda

Proses pembuatan omnibus law berbeda dengan proses pembuatan peraturan perundang-undangan pada umumnya. Sebab, omnibus law merupakan undang-undang payung bagi beberapa sektor sekaligus, sehingga secara anatomi, ia mengandung satu tujuan besar dengan mengatur beberapa sektor sekaligus.

"Mengingat masing masing sektor memiliki masalah dan prioritas yang dapat memiliki potensi terjadi konflik kepentingan antara masing-masing sektor, maka dalam hal ini pembentukan omnibus law harus didahului dengan penyelarasan tujuan masing masing sektor tersebut," pungkasnya.

Sebagai informasi, gelombang penolakan UU omnibus law masih berlangsung, walaupun dalam beberapa hari ini sudah mulai mereda. Namun dari pantauan redaksi baik di lapangan maupun perkembangan di media sosial, riak-riak penolakan belumlah hilang.

Editor: Mohammad Irawan

Terkini

Terpopuler