Mengurai Permasalahan Kedelai yang Tak Kunjung Usai

- 19 Januari 2021, 14:51 WIB
Ilustrasi kedelai/pixabay
Ilustrasi kedelai/pixabay /

ARAHKATA - Beberapa waktu lalu, pengusaha tahu dan tempe sempat mengalami kesulitan produksi. Kesulitan produksi yang terjadi diakibatkan karena tidak adanya bahan baku kedelai yang diketahui sebagai bahan baku utama dalam pembuatan tahu dan tempe. Langkanya bahan baku kedelai di pasaran bukanlah hal pertama yang terjadi, kerena diketahui kedelai yang digunakan oleh para pelaku usaha tahu dan tempe menggunakan bahan baku kedelai yang diimpor dari luar negeri.

Jika mereview kepada rencana pemerintah yang diketahui sejak 2016 akan menargetkan swasembada kedelai pada tahun 2020, namun, fakta yang ada sampai saat ini target tersebut masih jauh dari harapan.

Menaggapi permasalahan pengadaaan kedelai di tanah air, Deputi Pendayagunaan Teknologi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Totti Tjiptosumirat menyatakan BATAN hingga akhir Desember 2020 sudah mengeluarkan 14 varietas unggul kedelai.

"Semua bibit unggul ini berorientasi pada bibit yang genjah, dalam artian umur panennya pendek, produktivitas tinggi dan tahan hama penyakit. Sehingga mampu menjawab permasalahan kedelai dan mendukung upaya pemerintah dalam kemandirian kedelai," kata Totti dalam diskusi online kedelai yang diselenggarakan HIMNI, Senin 18 Januari 2021.

Tapi, ia menekankan bahwa masalah kedelai tidak hanya pada penyediaan bibit belaka.

Baca Juga: Danau Matano, Kedalamannya Patut Dieksplorasi

"Pertanyaan yang selalu muncul, saat turun ke lapangan menemui petani adalah siapa yang nantinya akan menampung hasil produksinya? Dan bagaimana masalah transportasinya. Apakah pemerintah bisa menangani semuanya?," ucapnya.

Seperti diketahui bersama, bibit yang dihasilkan BATAN ataupun Balitbang Kementan yaitu Anjasmoro dan Grobogan sudah banyak yang bagus.

"Tapi tidak ada yang menampung dan memproses hingga dalam bentuk pengemasan karung yang siap diambil pelaku industri, layaknya kedelai impor. Inilah tantangan bagi pemerintah, apakah itu Kementan atau Kemenperin untuk menyelesaikannya," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan oleh mantan Kepala Balitbang Pertanian Haryono yang menyatakan benih hasil penelitian BATAN sudahlah advanced.

"Dari segi teknologi yang dipergunakan, spesifikasi produk yang dihasilkan memang sesuai dengan kualifikasi kebutuhan di lapangan dan kerjasama dengan instansi lainnya, saya nilai sangat advanced," tutur Haryono dalam kesempatan yang sama.

Baca Juga: Majukan Sektor Kelautan dan Perikanan, Menteri Trenggono Gandeng Insinyur

Masalah Budidaya

Tapi masalah kedelai, bukan hanya bibit. Masalah kedelai berkaitan juga dengan usaha tani kedelai dan budidaya.

"Petani itu punya pilihan untuk menanam tanaman yang menurut perhitungannya menguntungkan baginya. Kaitan kedelai tentunya dengan padi dan jagung. Jika kita melihat laporan BPS, maka terlihat jika angka padi dan jagung naik, maka kedelai pasti turun. Ini berkaitan dengan hitungan keuntungan sejak awal dan musim. Jadi kalau ingin meningkatkan kedelai ada konsekuensi penurunan angka padi dan jagung," ucapnya.

Ia menyebutkan juga bahwa paska permintaan Presiden Joko Widodo yang meminta ada hasil signifikan dalam 200 hari, Balitbang Pertanian sudah melakukan raker dan rapim untuk menindaklanjutinya.

"Untuk mencapainya, saya berharap ada sinergi BATAN dan Balitbang Pertanian dan berkomunikasi intens dalam satu bulan ke depan," ujarnya.

Dan sentra industri tempe bisa terhubung langsung dengan produsen tempe, terutama di masa digital seperti saat ini.

"Butuh transformasi kelembagaan dan keterkaitan dengan pengembangan kawasan. Sehingga mempermudah petani dalam penanaman dan pemasaran," pungkasnya.

Editor: Mohammad Irawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x