Pandemi Berpotensi Tingkatkan Perokok Anak, Ini Dukungan Lentera Anak kepada Menkes Soal Revisi PP 109/2012

- 16 Maret 2021, 15:50 WIB
Ilustrasi pentingnya regulasi dalam menekan anak perokok.
Ilustrasi pentingnya regulasi dalam menekan anak perokok. /Arahkata/

Baca Juga: Film Mank Berhasil Mencuri Perhatian di Academy Awards 2021

Lisda Sundari, Ketua Lentera Anak, mengatakan di masa pandemi Covid-19 anak-anak menjadi kaum yang paling rentan karena berpotensi menjadi perokok pasif akibat terpapar asap rokok dari orang tua dan orang dewasa lainnya yang merokok di rumah. Selain itu, dampak serius lainnya adalah anak-anak yang di masa pandemi Covid-19 banyak melakukan aktivitas belajar dari rumah, berpotensi terpapar iklan dan promosi rokok yang massif di media sosial.

Kondisi anak yang rentan tersebut mirisnya berhadapan dengan regulasi yang sangat lemah dalam melindungi anak. Masyarakat sipil menilai PP 109/2012 telah terbukti gagal melindungi anak dari rokok dan menurunkan prevalensi perokok anak, karena iklan, promosi dan sponsor rokok masih dibolehkan dan sangat marak, serta akses rokok sangat mudah karena murah dan dapat dibeli dimana-mana.

Sehingga, Lisda sangat mendukung komitmen Menkes untuk terus melanjutkan revisi PP 109/2012 untuk melindungi anak Indonesia dari adiksi rokok dan mencapai target penurunan prevalensi perokok anak seperti yang diamanahkan RPJMN 2020-2024. Walaupun faktanya, hingga saat ini proses revisi PP 109/2012 yang seharusnya dilakukan pada 2018 lalu atau sesuai Keppres No. 9/2018 terkesan sangat lambat.

Lentera Anak menilai kondisi pandemi Covid-19 saat ini merupakan momentum tepat bagi Pemerintah untuk segera menyelesaikan revisi PP109/2012 agar Indonesia memiliki regulasi yang lebih kuat dan tegas untuk melindungi anak dari ancaman bahaya rokok dan dari industry rokok yang sangat agresif memasarkan rokok kepada anak.

Baca Juga: Waktu Terbaik dan Tata Cara Sholat Taubat di Malam Nisfu Sya'ban

Karena di masa pandemi anak-anak tidak hanya berpotensi terpapar asap rokok di rumah, tetapi juga berpeluang menjadi perokok di luar rumah. Sebab konsekuensi dari tidak adanya kegiatan sekolah tatap muka, maka anak-anak yang tidak memiliki fasilitas internet di rumah cenderung menggunakan warung internet/warnet sebagai tempat belajar daring. Padahal di warnet tersebut mereka tidak hanya berpotensi terpapar asap rokok tapi justru bisa merokok dengan leluasa karena tidak adanya pengawasan guru dan orang tua.

Bahkan, menurut survei terkait perilaku anak di masa pandemi Covid-19 yang dilakukan Yayasan Alit bekerja sama dengan Koalisi Stop Child Abuse, ditemukan sedikitnya 500 anak menjadi perokok aktif selama pandemi Covid-19 di warung kopi, dimana anak-anak tersebut justru mengikuti kegiatan belajar daring dari warung kopi untuk mendapatkan akses wifi. Temuan ini adalah hasil survei yang dilakukan di lima daerah, yakni Surabaya, Sidoarjo, Malang Raya, Jember-Banyuwangi, dan Yogyakarta.

Lisda menegaskan bahwa masyarakat sipil siap untuk mendukung kebijakan dan implementasi kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia, dan berharap Menkes dapat menjadi leader pengendalian tembakau dan aktif mendorong upaya-upaya optimal agar anak sebagai kelompok rentan tetap mendapatkan perlindungan selama Pandemi Covid-19.

“Sebab anak-anak dan remaja saat ini adalah calon pemimpin bangsa di masa depan. Mereka pula yang akan menikmati bonus demografi di saat Indonesia diprediksi mengalami bonus demografi pada 2030. Jika tidak ada upaya serius, maka menurut proyeksi Bappenas 2018, pada 2030 jumlah perokok anak akan mencapai 15,8 juta atau 15,91%,” pungkas Lisda.***

Halaman:

Editor: Mohammad Irawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah