BKKBN: Stunting Penanda Buruknya Sumber Daya Manusia Suatu Bangsa

- 13 Juni 2022, 22:09 WIB
Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat, Dr (HC) dr. Hasto Wardoyo, SpOG
Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat, Dr (HC) dr. Hasto Wardoyo, SpOG /Foto BKKBN/Arahkata/Arahkata

Hasto menambahkan, dalam melakukan percepatan penurunan stunting di Tanah Air, semua pihak harus memegang teguh lima rukun untuk bisa menurunkan angka prevalensi stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024.

Rukun pertama adalah komitmen seluruh pihak untuk menurunkan angka tersebut. Setiap penanggulangan ataupun dampaknya harus dapat dipikirkan bersama dengan matang dan dijalankan secara konkret di lapangan.

Baca Juga: KPK Duga Ade Yasin Arahkan SKPD Bogor Kumpulkan Uang untuk BPK Jabar

Dampak berkelanjutan tersebut, kata dia, kemudian menjadi beban bagi pembangunan negara. Secara kuantitas (jumlah), angka penduduk yang produktif memang tinggi. Namun bukan berarti semua orang yang produktif mampu bekerja atau mendapatkan penghasilan.

“Inilah masalahnya, mereka yang di usia produktif belum tentu menjadi produktif. Mungkin malah tidak produktif. Padahal baik produktif maupun tidak mereka sudah pasti konsumtif, inilah penduduk bisa menjadi musibah bukan berkah, menjadi beban bukan modal pembangunan,” ujar Hasto.

Hasto menambahkan, dalam melakukan percepatan penurunan stunting di Tanah Air, semua pihak harus memegang teguh lima rukun untuk bisa menurunkan angka prevalensi stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024.

Baca Juga: WAJIB TAHU! 5 Tips Aman Minum Kopi Bagi Penderita Hipertensi

Rukun pertama adalah komitmen seluruh pihak untuk menurunkan angka tersebut. Setiap penanggulangan ataupun dampaknya harus dapat dipikirkan bersama dengan matang dan dijalankan secara konkret di lapangan.

Kedua adalah Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) yang masif dijalankan.

Jumlah anak stunting dapat menurun apabila masyarakat sampai dengan lapisan terbawah mengetahui bahwa stunting terjadi karena kurangnya asupan gizi dan protein hewani pada anak, pola asuh yang salah atau lingkungan yang tidak bersih dan layak huni.

Halaman:

Editor: Wijaya Kusnaryanto

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah