Revisi PP 109/2012 Tertunda, Menkes Terawan Disomasi KOMPAK

- 12 November 2020, 14:10 WIB
Aksi Koalisi Masyarakat Peduli Kesehatan (KOMPAK), di depan Gedung Kementerian Kesehatan untuk segara merevisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Aksi Koalisi Masyarakat Peduli Kesehatan (KOMPAK), di depan Gedung Kementerian Kesehatan untuk segara merevisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. /Arahkara.com/Arahkata.com

Jakarta, ArahKata.com – Menteri Kesehatan dr. Terawan Agus Putranto didesak untuk menyelesaikan Revisi Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 (PP 109/2012). Koalisi Masyarakat Peduli Kesehatan (KOMPAK) yang mewakili sejumlah LSM pegiat pengendalian konsumsi rokok, menilai penyelesaiannya telah tertunda cukup lama. Desakan kepada Menkes dengan disampaikannya Surat Peringatan Somasi 1 kepada Menkes untuk segera menyelesaikan revisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Surat somasi disampaikan langsung oleh perwakilan KOMPAK ke Kantor Kementerian Kesehatan di Jakarta. Tulus Abadi, juru bicara KOMPAK menyatakan isi somasi mendesak Kementerian Kesehatan cq Menteri Kesehatan RI untuk melakukan tugas dan kewenangan dalam menyelesaikan segera revisi PP 109/2012 sebab revisi PP 109/2012 ini sudah tertunda lebih dari 2 tahun.

“Seharusnya revisi PP 109/2012 dilakukan dalam kurun satu tahun sejak 3 Mei 2018 berdasarkan Keppres No 9 tahun 2018. Tapi hingga saat ini segala bentuk proses revisi PP 109/2012 justru melambat, bahkan berhenti tanpa ada kejelasan lebih lanjut, “ kata Tulus, yang juga Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Menurut Tulus, revisi PP 109/2012 adalah wujud nyata komitmen Pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan RI sebagai otoritas kesehatan, dalam melindungi segenap tumpah darah bangsa Indonesia dari ancaman bahaya produk tembakau.

Bersama Tulus Abadi, sejumlah pegiat pengendalian konsumsi rokok yang tergabung dalam KOMPAK dan ikut mengajukan somasi yakni Lisda Sundari, Ketua Lentera Anak, Shoim Sahriyati, Ketua Yayasan KAKAK, Dr. Siti Hikmawati, Ketua Lembaga Perlindungan Tunas Bangsa, OK Syahputra Harianda, Ketua Yayasan Pusaka Indonesia dan Arist Merdeka Sirait, Ketua Komnas Perlindungan Anak.

Tulus menyatakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sudah mengamanahkan revisi PP 109/2012 yang harus dilakukan Pemerintah, yang didalamnya mengandung butir-butir pengendalian konsumsi produk tembakau, diantaranya pelarangan total iklan dan promosi rokok, perbesaran pencantuman peringatan kesehatan bergambar, dan penguatan layanan berhenti merokok, demi mencapai target penurunan prevalensi perokok anak menjadi 8,7% pada 2024 sesuai RPJMN tahun 2020-2024.

Data Riskesdas menyebutkan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun terus meningkat dari 7,2% (tahun 2013) menjadi 9,1% (tahun 2018). Padahal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019 menargetkan perokok anak harusnya turun menjadi 5,4% pada 2019.

Tulus menambahkan, salah satu aturan revisi PP 109/2012 adalah perbesaran pencantuman peringatan kesehatan bergambar bahaya merokok. “Ini merupakan cara paling efektif dan murah untuk memberi informasi dan mengedukasi masyarakat tentang bahaya rokok, terutama pada perokok pemula,” ujar Tulus.

Saat ini, ukuran peringatan kesehatan bergambar di Indonesia jauh lebih kecil jika dibandingkan negara lain, bahkan bisa dibilang paling kecil di Asia Tenggara yaitu hanya 40%. Sedangkan di Vietnam dan Filipina mencapai 50%, Malaysia 55%, Singapura 75%, Myamar 80%, India 85%, Thailand 85%, dan Timor Leste sudah 92,5%.

Halaman:

Editor: Mohammad Irawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x