Membumikan Pancasila, Ken Setiawan: Sila Pancasila Sejalan dengan Ajaran Semua Agama

- 25 Mei 2022, 10:56 WIB
Pendiri Negara Islam Indonesia Crisis Center Ken Setiawan.
Pendiri Negara Islam Indonesia Crisis Center Ken Setiawan. /NII Crisis Center/

ARAHKATA – Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) melalui Kedeputian Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) BPIP.

Kembali mengelar diklat bagi organisasi masyarakat, sosial, dan politik, di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Senin, 23 Mei.

Salah satu narasumber yang turut dihadirkan oleh BPIP adalah Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan, yang merupakan mantan aktivis NII.

Baca Juga: Hangatnya Persahabatan Penjaga Perbatasan Indonesia-Timor Leste

"Pancasila memang bukan wahyu Ilahi, tapi di dalam sila Pancasila terkandung nilai-nilai ajaran agama yang juga dirumuskan oleh para Ulama. Jadi menjalankan nilai-nilai Pancasila juga otomatis menjalankan ajaran agama," ujar Ken Setiawan melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi, Selasa, 24 Mei 2022.

Dalam kesempatan itu, Ken menceritakan pengalaman dirinya saat bergabung di NII, dan kenapa dirinya bisa keluar dari gerakan radikalisme tersebut.

Kini, Ken telah insyaf (sadar), dan saat ini telah mendirikan pusat rehabilitasi bagi korban NII.

Baca Juga: Aksi Penembakan Brutal 18 Anak dan 3 Dewasa Tewas di Sekolah Dasar AS

Lebih lanjut, Ken menjelaskan, awal mula dirinya terekrut masuk ke dalam jaringan NII yang merupakan kelompok radikalisme itu.

Dia mengaku, telah belajar dari guru yang salah sehingga akhirnya memahami Pancasila sebagai taghut atau berhala yang harus ditolak, diingkari, dan ditinggalkan.

Tapi setelah Ken menyadari yang dilakukan (ajaran) itu salah, dia memutuskan untuk keluar, dan belajar memahami Pancasila dengan cara yang benar.

Baca Juga: KPK Tahan Tersangka Korupsi Helikopter AW-101 Rugikan Negara Rp224 M

Di sisi lain, menurut Ken, radikalisme akan tumbuh di sebuah negara yang mayoritas, dan kebetulan di Indonesia adalah mayoritas Islam.

Jadi ketika ada pelaku terorisme yang ditangkap Densus 88, kemudian terdapat di kolom KTP pelaku yang tertuliskan beragama Islam.

"Misalkan, di India yang mayoritas Hindu, maka yang menjadi teroris adalah oknum yang mengaku beragama Hindu," ujar Ken menyontohkan.

Baca Juga: Dibongkar, Ini Trik Bandar Judi Online Bikin Pemain Tak Bakal Menang

Padahal, sergahnya kemudian, sejatinya radikalisme dan terorisme adalah musuh agama dan musuh negara.

Sebab, tidak ada satupun agama yang membenarkan tindakan radikalisme dan aksi terorisme.

Lebih lanjut, Ken mengatakan, tolak ukurnya ketika sedang belajar agama itu kalau secara benar akan menjadikan kita damai.

Baca Juga: Google Tawarkan Pinjaman Senilai Rp29 Miliar untuk UKM

Tapi, jika kita belajar agama lalu menjadi pemarah, anti pemerintah, dan mengkafirkan orang di luar kelompoknya, maka di situlah berarti kita telah belajar dengan guru yang salah.

"Kalau belajarnya seperti itu, sebaiknya distop, jangan ikuti lagi karena kita bisa terpapar radikalisme dan bahkan aksi terorisme," tegas Ken.

Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda bukan untuk saling menyalahkan, bahkan bukan untuk saling menjatuhkan, tetapi untuk saling mengenal dan saling melengkapi satu sama lain.

Baca Juga: Ditangkap Narkoba, Gary Iskak Dibawa ke Polda Jabar

Ken mengibaratkan, seperti pelangi, yang berbeda-beda warna dan saling berdampingan, maka akan terlihat menjadi Indah.

"Misalnya, Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Tuhan itu satu, sama dengan tauhid dalam Islam, diperjelas dalam Bhinneka Tunggal Ika, walaupun beda agama, suku, ras, tapi Tuhan kita satu, Tuhan kita sama, hanya berbeda menyebut-Nya dan berbeda cara ibadahnya," ujar Ken lagi menyontohkan.

Di akhir pemaparannya, Ken mengungkapkan, saat ini paham radikalisme mengatasnamakan agama sudah berkembang pesat.

Baca Juga: Densus 88 Tangkap Mahasiswa Terduga Teroris Pendukung ISIS

Hal ini dikarenakan memang belum ada regulasi (payung hukum) yang melarang ajaran atau paham yang bertentangan terhadap ideologi Pancasila.

Ken mengatakan, jika baru sebatas sebuah paham atau pemikiran belum bisa ditindak.

Kalaupun bisa ditindak hanya organisasinya saja, seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI).

Baca Juga: Hangatnya Persahabatan Penjaga Perbatasan Indonesia-Timor Leste

Tapi orang-orangnya (kelompoknya) masih bisa berganti organisasi, dan pahamnya masih terus berkembang.

"Untuk itu, negara segera menerbitkan regulasi yang melarang semua paham yang bertentangan dengan ideologi Pancasila agar Indonesia aman dan damai dari rongrongan paham intoleransi, radikalisme, dan aksi terorisme," pungkas Ken.***

 

Editor: Wijaya Kusnaryanto

Sumber: BPIP


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah